Langsung ke konten utama

Skala Prioritas Amar Ma’ruf Nahi Mungkar



“Prinsip Idfa’ bil-lati hiya ahsan berupa Islam yang merangkul bukan memukul, mengajak bukan mengejek, mencari kawan bukan mencari lawan, dan memikat bukan menghujat”

(KH. Sholeh Bahruddin pengasuh pondok pesantren Ngalah Pasuruan)

Oleh : Imam Agus Taufiq

 


Islam adalah agama yang menyeru kepada pemeluknya untuk selalu taat terhadap perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Salah satu bukti bahwa agama Islam menyeru pemeluknya untuk taat dan patuh yaitu diperintahkan untuk beramar ma’ruf nahi mungkar. Amar ma’ruf nahi mungkar sendiri adalah elemen penting dalam menegakkan ajaran Islam.  Selain sebagai penyeimbang dalam kehidupan beragama, amar ma’ruf nahi mungkar juga sebagai bentuk dakwah.

 

Sudah maklum bahwa kehidupan beragama akan dianggap mempunyai nilai kualitas manakala diiringi ketaatan menjalankan perintah dan larangan Allah SWT yang biasanya disebut taqwa.  Hal ini bisa terwujud dengan maksimal melalui adanya kontrol sekaligus pengawasan dari amar ma’ruf nahi mungkar. Melalui hal inilah Allah SWT memuji umatnya sebagai umat yang terbaik sesuai dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110.

Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kalian menyuruh kepada yang ma’ruf mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS Ali Imran 110)           

 

Salah satu prinsip yang harus dipahami dalam amar ma’ruf nahi mungkar menurut saya adalah memprioritaskan kemaslahatan dengan tidak adanya kerusakan atau akibat buruk dari proses amar ma’ruf nahi mungkar yang dalam kaidah fiqih biasanya disebut dengan dar’ul mafasid muqaddam ‘ala jalb al-mashaalih.

Dari sini, syarat menghilangkan amar ma’ruf nahi mungkar adalah tidak sampai menimbulkan kemungkaran lain yang sama kadar kemungkarannya atau bahkan lebih besar. Jika dalam proses menghilangkan kemungkaran menuntut baik secara langsung atau tidak  timbulnya kemungkaran lain, maka kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar akan gugur bahkan haram.

 Mengutip apa yang dikatakan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din : “Jika ia tahu dengan hisbahnya maka kemungkaran akan hilang, namun tindakan itu menyebabkan kemungkaran baru yang dilakukan oleh orang lain, maka menurut pendapat azhhar haram melakukan pengingkaran. Sebab misi amar ma’ruf nahi mungkar adalah menghilangkan kemungkaran secara utuh.”

 

Dari statement di atas, bahwa amar ma’ruf nahi mungkar harus dilakukan sesuai syarat ketentuannya tetapi juga harus mempertimbangkan efek yang timbul setelahnya terutama efek negatifnya. Bahkan menurut Ibn Taimiyah dalam kitab Al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy ‘an-Mungkar  mengatakan : “Jika mafsadat atau kerusakan amar ma’ruf nahi mungkar lebih besar dari maslahatnya, maka amar ma’ruf nahi mungkar tidak lagi diperintahkan walaupun terdapat kewajiban yang ditinggalkan atau kemungkaran yang dilakukan. Sebab seorang mukmin diperintah oleh Allah SWT untuk bertaqwa dalam bergaul dengan sesama manusia. Bukan memberi hidayah pada mereka.”

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam masalah amar ma’ruf nahi mungkar sendiri terdapat beberapa unsur yang di sisi lain juga termasuk kemungkaran. Dan apabila dalam unsur amar ma’ruf nahi mungkar terdapat unsur menyalahkan orang lain yang bisa menimbulkan rasa menyakiti maka sudah jelas hal itu haram hukumnya. Hal senada jika seseorang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar merasa dirinya paling baik atau amar ma’ruf nahi mungkar dilakukan di tempat umum yang menimbulkan pelecehan maka ini sebuah kemungkaran yang dilihat dari satu sudut pandang. Akan tetapi merasa acuh, membiarkan kemungkaran juga merupakan sebuah kemungkaran. Maka perlu ditimbang lebih besar mana antara kemungkaran melakukan amar ma’ruf nahi mungkar atau kemungkaran meninggalkannya.

Hal penting yang harus dihindari ketika kita beramar ma’ruf nahi mungkar adalah pandangan khalayak umum, baik muslim atau non muslim terhadap agama Islam. Jangan sampai terjadi yang semestinya kita amar ma’ruf nahi mungkar bertujuan memperjuangkan nilai-nilai luhur Islam , justru menjadi timbulnya sebutan negatif terhadap Islam sendiri.

Maka amar ma’ruf nahi mungkar yang tujuan awalnya mengajak untuk berbuat kebaikan dan meninggalkan kemungkaran tidak boleh menjadi penyebab tercemarnya nama baik Islam , sehingga dakwah Islam menjadi terhambat karenanya. Selayaknya dakwah harus uji  fit and proper test (kelayakan dan kepatutan)  dengan bil hikmah wal mauidhoti al-hasanah agar menjadi Islam yang ramah bukan Islam yang marah, Islam yang merangkul bukan Islam yang  memukul , Islam yang mencari kawan bukan Islam yang mencari lawan, dan Islam yang mengajak bukan Islam yang mengecek sehingga menjadi Islam yang Rahmatan Lil ‘alamiin.

 

 

Kalidawir, 17 Juli 2020. 

 


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setetes Hikmah Isra' Mi'raj

 Oleh: Imam Agus Taufiq Setiap tahun umat Islam seluruh penjuru dunia memperingati Isra' Mi'raj pada tanggal 27 Rajab penanggalan hijriyah. Moment Isra' Mi'raj merupakan peristiwa penting nabi Muhammad menerima langsung dari Allah swt perintah shalat lima waktu sehari semalam.   Kewajiban shalat lima waktu sehari semalam merupakan ibadah mah doh(langsung) untuk berkomunikasi dengan Allah swt. Shalat lima waktu merupakan amal pertama kali yang dihisab pada hari kiamat. Ketika shalatnya seorang hamba baik maka termasuk beruntung dan sukses, dan ketika shalatnya hamba jelek/rusak maka termasuk hamba yang gagal dan rugi.  Selain kewajiban shalat lima waktu, ternyata ada setetes hikmah dari perjalanan Mi'raj nabi Muhammad mulai dari langit 1 sampai langit 7 untuk pedoman seorang hamba bisa wushul dengan Allah swt. Pertama, ketika nabi Muhammad berada di langit satu bertemu dengan nabi Adam yang merupakan abu al Basyar(bapak manusia) cikal bakal manusia ada di muka bumi. ...

Makna Taubat Sejati

Oleh: Imam Agus Taufiq Kamis, 26 Desember 2024 sekitar pukul 12.45 WIB tiba-tiba ponsel saya  berbunyi. Mendengar itu, saya bergegas menuju ponsel yang berada di dekat computer. Tanpa basa-basi, saya segera mengangkat telpon. Ternyata telpon itu, salah satu kolega penyuluh kecamatan yang meminta tolong untuk menggantikan kajian rutin IMUD (Ibu-ibu muda). Kebetulan, kolega saya tidak bisa hadir dengan alasan ada kabar duka dari salah satu keluarganya. Sehingga harus mencari badzal (pengganti) dalam waktu singkat di kajian rutinnya. Saya pun akhirnya tidak bisa menolak, dan  mengiyakan mendatangi kajian rutin tanpa berpikir panjang apa nanti  kitab yang dikaji. Sebelum menutup telpon, kolega saya mengatakan"Nanti yang dikaji kitab Minhaj al Abidin bab makna taubat sejati" mendengar itu, saya harus segera bergegas mencari kitab dan membuka sebentar ala kadarnya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB, Saya segera berangkat di majlis taklim binaan kolega saya. Tiba di lo...

Muharram Berkah Muhasabah dan Hijrah

Oleh:  Agus Taufiq Alhamdulillah tahun ini masih diberi kesempatan menjumpai tahun baru Hijriah. Momentum tahun baru bukan sekedar ceremonial pergantian tahun kalender Hijriyah, tapi juga momentum spiritual yang penting untuk terus melakukan muhasabah (intropeksi diri) dan hijrah (perubahan menuju kebaikan).  Muhasabah dan hijrah hal yang penting untuk diwujudkan dengan penuh perjuangan dan niat yang tulus. Dalam Al Quran disebutkan tentang perintah muhasabah: يأيها الذين آمنوا اتقوالله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوالله ان الله خبير بما تعملون. Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperlihatkan  apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.  Muhasabah berarti menghitung dan evaluasi sejauh mana amal yang kita lakukan setahun. Apakah amal baik dan buruk seimbang, atau amal baik unggul dan sebaliknya. Muharram menga...