Imam Agus Taufiq
"Sukses dalam studi belum menjamin sukses dalam hidup. Pokoknya di luar buku, di luar bangku, di luar kampus, masih ada kampus yang lebih besar, yakni kampus Allah swt. Kita harus banyak belajar."
(Gus Miek)
Banyak orang beranggapan bahwa singgasana kebahagiaan dan kesuksesan hanya sebatas ditempuh di pendidikan formal. Mulai dari jenjang dasar, menengah, atas dan lanjut perguruan tinggi. Ada juga yang beranggapan bahwa kesuksesan ada pada genggaman ketika kita mampu menjuarai mata pelajaran tertentu.
Anggapan itu sah-sah saja dan tak berdosa. Tetapi hal ini bisa menjadi kesalahan apabila kita memberhalakan anggapan tersebut menjadi sebuah keyakinan. Faktamya, tak ada jaminan bahwa juara kelas, juara kampus, juara olimpiade dan lain-lain bisa sukses mengamalkan kemampuannya sekaligus memuluskan langkahnya menuju titik kulminasi kebahagiaan.
Ada orang tua yang sejak jauh masa sudah menyiapkan atau mengarahkan anaknya untuk menjadi ini atau itu, dengan langkah memasukkan anaknya di sekolah atau kampus ternama. Jauh hari anaknya telah disetting sesuai nafsu orang tuanya harus belajar atau les ini atau itu biar dapat predikat cumlude, istimewa.
Padahal kalau kesuksesan dalam studi menjadi tolak ukur atau kunci kebahagiaan, maka alangkah banyaknya orang yang sepanjang hidupnya tak bahagia. Bukanlah Allah swt telah menyediakan banyak jalan untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan? Saratnya adalah dengan tidak mudah menyerah dan berhenti belajar.
Ilmu Allah swt luas tak terbatas, tak hanya di bangku sekolah. Jalan kesuksesan pun tak hanya satu. Selama manusia punya tekad dan terus berpacu dalam hal kebaikan dan tak ada kata berhenti belajar, maka pintu kesuksesan terbuka lebar. Banyak kisah inspiratif dari orang-orang gagal menempuh pendidikan formal, justru mereka sukses dalam mengembangkan bakatnya dari tak ada henti-hentinya belajar.
Konsep long life education tak membatasi diri dalam ruang, waktu, dan usia. Inilah tang dicontohkan oleh Rasulullah saw dan harus menjadi pelecut semangat yang membara. Orang yang membatasi diri dalam belajar cenderung watak keras, karena pengetahuan yang diadopsi hanya satu. Sama halnya orang yang membaca satu buku di antara ribuan buku yang tertata di rak, maka pemikirannya akan menjadi kaku, kolot, otomatis sempit.
Berbeda dengan orang yang tak membatasi diri dalam membaca atau belajar, wawasan penngetahuan yang dibangun semakin luas, dan saya yakin pengetahuannya penuh inovasi dan kreatifitas biasa orang Jawa menyebutnya"kewes." Ingat pesan Buya Hamka " Ketika aku hanya membaca satu buku, maka sempitlah pemikiranku. ketika aku membaca banyak buku, maka semakin luas cakrawalaku."
Alam wadah semesta ini adalah buku yang menyuguhkan paragraf-paragraf beribu-ribu pengetahuan yang tak bertepi. Orang yang mempunyai kejernihan sanubari, kecemerlangan olah pikir tidak lain adalah kategori orang yang menggunakan hatinya untuk selalu berzikir dan akalnya berpikir, mengkaji setiap ayat-ayat yang tergelar. Tiada kata terlambat untuk belajar. Wallahu a'lam.
Kalidawir, 4 Nopember 2022.
Komentar
Posting Komentar