Langsung ke konten utama

Sarjana Zaman Now Sarjana Berperadaban



Oleh :

Imam Agus Taufiq



Hari Jumat tepatnya tanggal 19 Mei 2023 diselenggarakan konferensi cabang ikatan sarjana Nahdlatul Ulama ke- 4 yang bertempat di pendopo Mekarsari Tunggulsari kecamatan Kedungwaru kabupaten Tulungagung. Konferensi cabang ISNU kabupaten Tulungagung ini digelar dengan rangkaian acara padat merayap mulai pukul 14.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB, alhamdulillah acara berjalan lancar. Sengaja saya tidak membahas rangkaian acara perhelatan konferensi cabang ISNU ke- 4 ini, hal yang terpenting bagi saya siapapun yang menjadi nahkoda  ISNU cabang Tulungagung wajib baginya menjadikan ISNU lebih baik dari tahun kemarin dan harus ada peningkatan secara terus-menerus. Tentu ini merupakan tugas yang berat, tetapi tugas berat ini  menjadi ringan apabila ada niatan dari seluruh anggota untuk bangkit  menuju ISNU Tulungagung is the best terus berinovasi yang tiada henti dan  butuh kerja keras team work yang solid. 

Keberadaan ISNU di zaman mayapada ini harus memberikan ruang yang jelas dan  manfaat yang dahsyat. Mengapa saya mengatakan seperti itu? Sebab masyarakat dengan leluasa bisa mengakses informasi yang tak bisa terbendung  tanpa ada sekat ruang, waktu, kapanpun, dimanapun. Mereka  hanyut begitu saja  tak bisa membedakan mana yang benar, dan mana yang salah. Mereka tak bisa membedakan mana yang bisa dijadikan tuntunan, atau justru tontonan dijadikan tuntunan, sehingga hanyut begitu saja dengan arus yang deras.

Ketika terjadi seperti itu, maka kader  ISNU di zaman now harus punya prinsip.  Ada 3 prinsip  menurut saya bisa untuk mengcounter dunia antah brantah ini yang cenderung budaya konsumeris yang serba instans. Prinsip yang pertama yang harus ditanamkan adalah kober. Sarjana NU harus kober melek literasi untuk meningkatkan kapasitas diri menuju perubahan yang lebih baik. Minimnya budaya literasi menjadikan sarjana NU hanya dihitung banyaknya, tetapi tidak diperhitungkan. Budaya literasi harus terus digaung-gemakan supaya sarjana  NU tidak dipandang sebelah mata. Budaya literasi tidak harus menunggu waktu luang, tetapi dengan melungkan waktu. Kunci utama dalam melek literasi adalah 3M (Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang mudah, dan muali dari sekarang juga).

Prinsip yang kedua, sarjana NU harus bener. Dakwah bermedsos atau dakwah bil qalam  harus  bisa mewarnai dan memberikan angin segar  sucikan hati, sejukkan jiwa. Dakwah yang merangkul bukan justru memukul, mengajak bukan justru mengejek,  saring sebelum sharing supaya tidak terjadi berita hoaks dan ujaran kebencian dimana-mana. Keberadaan sarjana NU harus memberikan alternative solusi yang tiada henti.

Prinsip yang ketiga, sarjana NU harus pinter. Pinter dalam hal keilmuan, dalam hal melihat situasi dan kondisi, pinter dalam memetakan siapakah lawan, siapakah kawan. Sarjana NU harus siap tanding, nyanding, banding dalam kapasitas ilmu yang dimilikinya yang sudah tidak diragukan lagi , sudah uji kelayakan dan kepatutan (Fit and propertest). Ketika 3 prinsip (Kober, bener, pinter) dimaksimakan maka sarjana NU pasti berada di garis terdepan dan inilah sarjana zaman now yang up to date.


Berbicara peradaban tidak bisa terpisahkan dari yang namanya manusia, karena yang punya peradaban hanyalah manusia. Peradaban diciptakan Allah swt hanya untuk manusia yang punya label ahsana taqwim. Membangun peradaban  menjadi poin penting. Prinsip pertama dalam membangun peradaban adalah  toleransi. Toleransi sudah dicontohkan Rasulullah saw dalam negara Madinah, yang mana Rasulullah bisa menaungi  kaum Yahudi, Nasrani, dan lainnya. Memaksimalkan toleransi berarti selalu menghargai perbedaan.  Prinsip yang kedua adalah tolong menolong. Tolong menolong bisa diartikan membangun sinergitas antar etnik, suku, golongan. Tolong menolong  dicontohkan pada masa nabi ketika kaum Ansor menolong kaum Muhajirin. Membangun sinergitas tanpa batas itu penting dimana pun dan kapanpun.  Dengan membangun sinergitas akan berbuah kepercayaan dan integritas tinggi, tolong menolong tanpa melihat siapa dan golongannya apa.

Prinsip yang ketiga dalam membangun peradaban adalah keilmuan. Keilmuan dalam kerangka ulul albab, kecintaan pada ilmu itu menandakan adanya sebuah peradaban. Mustahil yang namanya membangun peradaban  jauh dari pendidikan atau pengetahuan. Prinsip yang keempat dalam membangun adalah adanya kemandirian ekonomi. Kemandirian ekonomi digagas  dalam rangka untuk memberikan alternative solusi bahwa kita bisa berdiri sendiri tanpa ulur tangan  orang lain atau kelompok dalam urusan finansial. Permasalahan sekarang, sudah maksimalkah toleransi, tolong menolong, keilmuan, dan kemandirian ekonomi? kalau belum maksimal, inilah saatnya kita bergegas untuk memantabkan niat, langkahkan kaki untuk  agent of change membangun peradaban. Kalau bukan sarjana NU, lantas siapakah yang mau dan mampu membangun peradaban. Persoalan, hambatan, dan tantangan memang akan selalu datang. Kegagalan juga biasa menyapa setiap melakukan usaha. Namun tidak boleh putus asa sebelum keberhasilan berhasil diraih. Dalam menghadapi  kegagalan demi kegagalan, kita tak boleh menjadi manusia yang gampang menyerah dan putus asa. Kita harus berusaha bangkit, tetap tegar, penuh semangat dan berusaha mencari penyebab kegagalan. Dan kunci sukses dalam membangun peradaban adalah adanya kemauan, keberanian, dan usaha terus menerus tanpa kenal lelah untuk terus melakukan peningkatan, peningkatan, dan peningkatan.

 

Kalidawir, 31 Mei 2023.

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menangkal Digiseksual di Era Modern

  Oleh :  Imam Agus Taufiq  Munculnya Revolusi Industri pada tahun 1784 menuntut manusia untuk menciptakan berbagai hal yang mampu meringankan pekerjaan. Waktu silih berganti, seiring berjalannya jarum jam , revolusi industri terus mengalami perkembangan, bahkan saat ini   sampai pada revolusi industri 4.0. Realita   ini sangat menguntungkan bagi manusia   seiring   perkembangan teknologi yang semakin cepat melesat   membuat segalanya menjadi mudah. Manusia tidak perlu lagi bersusah payah dan dibuat pusing   dalam mengerjakan berbagai hal, karena semua pekerjaan telah diambil alih oleh teknologi. Revolusi Industri 4.0   memberikan banyak terobosan dalam teknologi di antaranya, komputer, gagdet , robot pintar, robotika, kecerdasan buatan atau AI ( Arificial Intelligence ), internet, kendaraan, dan lain sebagainya . Keterlibatan teknologi dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan manusia menjadi ketergantungan, di sisi lain teknologi juga memberikan pengaruh yang   besar dalam kehid

Usaha Berbuat Positif

Oleh: Imam Agus Taufiq Takwa yang biasa terdengar di telinga kita adalah usaha untuk selalu melaksanakan perintah Allah swt dan Rasulullah saw. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat Al Taghabun ayat 12 yang berbunyi: واطيعوا الله واطيعوا الرسول، فإن توليتم فإنما على رسولنا البلاغ المبين. "Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah swt dan Rasulallah, jika engkau berpaling maka sesungguhnya kewajiaban utusan hanya menyampaikan amanat Allah dengan jelas". Ayat tersebut menjelaskan kepada kita untuk selalu taat kepada Allah swt dan Rasulullah. Arti takwa di sini menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dari sabab musabab takwa inilah sumbernya keberuntungan dunia dan akhirat. Pekerjaan taat kepada Allah dan Rasulullah bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun. Apalagi di hari yang banyak kebaikannya yaitu hari Jumat. Harus kita ketahui bahwa Allah swt menjadikan hari Jumat, sebaik-baiknya hari bagi umat Islam. Salah satunya hari yang mulia yang disabdakan

Usaha Membangun Mood Menulis

  Oleh:  Imam Agus Taufiq Mengapa tidak menulis? Mengapa lama tidak menulis? Kiranya dua pertanyaan ini jika diajukan umumnya akan dijawab serupa, belum ada mood menulis. Solusi yang dilakukan adalah bagaimana membangun atau menciptakan mood menulis. Untuk menciptakan hal ini penting untuk menghadirkan atmosfer yang cocok untuk menulis.  Setiap penulis memiliki kebiasaan berbeda saat menulis. Misalnya seorang tokoh pahlawan nasional yang sudah banyak menelurkan banyak karya yaitu Tan Malaka di antaranya yang opus Magnum adalah Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika). Tan Malaka menulis buku-bukunya dengan cara memanfaatkan jembatan keledai untuk mengingat apa yang kemudian ditulis.  Ketika masa kolonialisme Belanda, Tan Malaka menjadi pelarian bukan hanya pemerintah kolonial Belanda, namun juga pemerintah kolonial Inggris yang menguasai Malaya dan Singapura serta pemerintah Amerika Serikat yang menguasai Filipina. Dalam posisi dikejar-kejar inteljen pemerintahan kolonial tersebu