Oleh:
Imam Agus Taufiq
Manusia yang masih bisa menghembuskan nafas senantiasa mendapatkan kebaikan dari Allah swt. Semua kenikmatan, kasih sayang yang tak pernah hilang diberikan oleh Allah swt secara murah meriah. Segala kenikmatan ini seharusnya bisa membangkitkan semakin cinta kita kepada-Nya.
Tiada tandingan bahkan saingan di dunia ini yang bisa memberikan kebahagiaan kepada manusia selain Allah swt. Semua yang ada di dunia ini merupakan anugerah pemberian-Nya. Seyogyanya, tiada yang layak untuk dicintai dengan penuh ketulusan secara total kecuali hanyalah Allah swt.
Tentunya semua itu disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, manusia mencitai dirinya, keberadaannya, dan apa pun yang manusia miliki. Inilah yang membuat hidup manusia menjadi dinamis. Manusia tidak akan suka jika kesempurnaan dan keberadaannya dirusak oleh orang lain. Begitu juga dalam ihwal cinta kepada Allah, jika manusia mengenal Rabbnya pasti menyadari akan keberadaan dan kebaikan yang diterimanya. Semua dari Allah dan Allah yang menciptakan manusia. Allah yang menciptakan dan membuat manusia menjadi ada yang sebelumnya tidak ada. Seandainya karena bukan anugerah-Nya, pastilah manusia tak akan ada di dunia ini. Manusia ada saat ini dan sempurna. Jika manusia sempurna terus mencintai dirinya, apakah layak manusia tindak mencintai yang menciptakannya?
Kedua, manusia secara alamiah akan mencintai siapa saja yang berbuat baik kepadanya. Mengasihinya, menjaga dari ancaman, dan menolongnya untuk tujuan-tujuan yang direncanakan. Pastinya manusia tidak ragu terhadap orang yang melakukan hal-hal itu kepadanya. Jika manusia mengenal Allah dengan baik, mengetahui bahwa hakikatnya yang berbuat baik kepada manusia hanyalah Allah. Semua gerak-gerik dan apa pun yang dilakukan oleh manusia Allah-lah yang tahu dan yang menentukan. Semua ketentuan Allah, bila manusia menyadarinya itulah yang terbaik, dan kebaikan Allah tidaklah terbatas.
Ketiga, jika manusia yang suka berbuat baik kepada sesama, maka tentu secara alami manusia akan menyukainya. Walaupun orang tersebut belum secara langsung berbuat baik kepadanya. Jika ada seorang raja sangat adil, tahu akan kebutuhan rakyatnya, sayang rakyatnya walaupun berada pada posisi jauh, maka pasti manusia sangat menyukai dan hatinya tersentuh. Inilah menyukai orang baik karena dia memang baik. Lebih-lebih bila orang tersebut berbuat baik secara langsung. Lantas, bagaimana kepada Dzat yang Maha baik, Yang Maha memberikan kehidupan kepada diri kita, dan karena kebaikan-Nya manusia ada? Bukankah manusia harus benar-benar mencintai-Nya?
Sebuah keharusan mencintai Allah, dan tak pantas mencintai selain-Nya. Sebab, pada dasarnya ketika ada manusia yang berbuat baik kepada sesama, maka itu karena kehendak Allah. Dan Allah-lah yang sebenarnya berbuat baik kepada semua makhluk. Inilah hal luar biasa yang seharusnya manusia untuk selalu bersukur. Sekarang sudahkah hati kita bersyukur, kalau belum seharusnya kita malu. Dan jangan sampai kita kufur nikmat. Wallahu a'lamu.
Disarikan dari kitab Madarij as-Salikin karya Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah.
Kalidawir, 8 Nopember 2023.
Luar biasa. Mantabbb pak. Sahabat yang baik adalah sahabat yang mengingatkan kita kepada sang pencipta.
BalasHapusSuwun Mbah lurah pondok....
BalasHapus