Oleh : Imam Agus Taufiq
Ada sebuah ungkapan yang sangat dalam maknanya disampaikan oleh beliau Syaikh Abi Madiin dalam sebuah kitab Tahzib Madarijus Salikin "Orang-orang yang telah benar-benar melakukan hakikat penghambaan atau ubudiyah akan melihat perbuatannya sendiri dari kaca mata riya'. Melihat keadaan dirinya dengan mata curiga. Melihat perkataannya dengan mata tuduhan. Ia lantas menjelaskan bahwa kondisi seperti itu muncul karena semakin besarnya tuntutan kesempurnaan dalam diri seseorang. Semakin tinggi tuntunan dalam hatimu, maka semakin kecillah kamu memandang dirimu sendiri. Dan akan semakin mahal harga yang harus ditunaikan untuk memperoleh tuntutan hatimu itu. "
Maka, janganlah hentikan perenungan dan muhasabah diri kita masing-masing. Sungguh banyak lubang yang harus kita waspadai di tengah hidup yang penuh fitnah dan tipu daya ini. Manusia diciptakan dalam keadaan susah payah. Memang itulah ketentuan Allah SWT. Dalam kitab suci al-Qur'an menyinggung dalam masalah ini dalam firmanNya, "Laqad khalaqnal insaana fii kabad." " Sesungguhnya telah kami ciptakan manusia dalam keadaan kabad ( susah payah)." (Q.S. Al-Balad:4). Kata kabad dalam kamus Mu'jma al-Washit didefisinikan dengan kata masyaqah wa'ana, artinya kesulitan dan kesusahan. Tentu sulit dan susah. Itulah yang menghiasi hidup semua.
Jangan merasa heran dengan kenyataan hidup. Jangan heran dengan terpaan masalah hidup. Sudah banyak firman Allah dan petunjuk Rasulullah yang menuntun kita untuk memahami realiatas itu. Hidup itu memang tempat kita ditempa, diuji dengan semua keadaan. "Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan," Begitulah firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 35.
Banyak peringatan al-Qur'an tentang kehidupan adalah agar kita tidak kaget dengan bencana, musibah, dan berbagai macam problem kehidupan. Seseorang yang telah mengetahui sebelum merasakan sesuatu yang berat, tentu akan lebih ringan tatkala ia merasakannya. Orang yang belum mengetahui sesuatu yang sulit, pasti akan terkejut dan merasa terlalu payah saat ia mengalami kesulitan. Begitulah fakta dan realitanya.
Ada sebuah kisah Abu Sa'id Al Khudri yang dulu pernah menjenguk Rasulullah SAW saat beliau menderita demam, menjelang waktu wafatnya. "Kuletakkan tanganku di badan beliau. Aku merasakan panas ditanganku berada di atas selimut. Lalu aku berkata, Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini, Rasul mengatakan, begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipat gandakan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami. Aku bertanya pada Rasulullah SAW, siapakah orang paling berat cobaannya? Beliau menjawab , para nabi, aku bertanya lagi, wahai Rasulullah kemudian siapa lagi? Rasul menjawab, orang-orang shalih. Apabila salah seorang dari mereka diuji tidak mendapatkan apapun kecuali mantel yang dikumpulkan. Tapi, bila seseorang di antara mereka diberi ujian kesenangan, adalah sebagaimana seseorang di antara kalian senang karena kemewaha."
Sipa yang tidak suka hidup bahagia, jauh dari kesulitan dan kesedihan. Tak ada masalah yang memberatkan. Tentunya kita semua ingin akan kebahagiaan. Dan kebahagiaan hidup yang sejati itu, hanya bisa dicapai melalui kedekatan kepada Allah SWT melalui amal ibadah dan kesalihan hakiki. Hanya itu satu-satunya jalan.
Coba anda merenungkan, bagimana kondisi hati, ketika melakukan aktivitas ibadah kepada Allah. Renungkan juga, bagaimana suasana kalbu saat kita melakukan ibadah shalat yang dilakukan dengan berjamaah. Gembirakah?Senangkah?Bercahayakah? Jawabnya, iya. Pasti. Dengarlah, bagaimana bunyi doa yang dianjurkan Rasulullah untuk dibaca ketika kita melangkahkan kaki ke masjid, "Ya Allah, jadikanlah hatiku cahaya. Di dalam ucapanku cahaya. Jadikanlah pada pendengaranku cahaya. Jadikanlah pada penglihatanku cahaya. Jadikanlah dari belakangku cahaya dan dari depanku cahaya. Jadikanlah dari atasku cahaya dan dari bawahku cahaya. Ya Allah, berikanlah kepadaku cahaya, dan jadikanlah aku cahaya."(H.R. Muslim dan abu dawud)
Cahaya pasti akan menerangi jiwa. Jiwa yang bercahaya pasti akan merasakan kebahagiaan dan ketenangan. Hal inilah inti kehidupan yang sering dilupakan manusia. Kita banyak mencari suplai kebahagiaan dari sumber yang tidak memiliki kebahagiaan, yang memberi ketenangan. Kita sering menggantungkan kebahagiaan dari keadaan dan kondisi yang sebenarnya tidak menyusupkan kebahagiaan yang menentramkan hati.
Ibnu Qayyim mengistilahkan keadaan rasa bahagia dan tenang dalam jiwa dengan istilah rahmat bathiniyah atau kasih sayang batin yang Allah berikan kepada meraka yang melakukan ketaatan. Kasih sayang batin itu adalah sentuhan perasaan dalam hati seseorang yang mendapat musibah berupa ketenangan dan ketentraman. Tidak resah dan tak khawatir . Perhatikan kata-katanya menggambarkan keadaan seseorang yang mendapat kasih sayang batin itu, "Seseorang hamba justru menjadi sangat sibuk merasakan kasih sayangNya, saat ia menghadapi penderitaan yang sangat berat. Dia berpikir seperti itu, karena yakin bahwa itu adalah pilihan yang terbaik yang ditetapkan kepadaNya.
Ternyata di sinilah hakikat kebahagiaan hidup yang kita cari. Semoga kita termasuk manusia yang mendapatkan kasih sayang batin sehingga sadar akan melakukan ketaatan. Dan hanya dengan ketaatan kita bisa sampai pada ketenangan dan ketentraman yang berujung kebahagiaan. Ketaatan harus dilakukan secara totalitas secara pribadi mulai sekarang selama kita masih hidup dan tidak bisa diwakilkan. Wallahu a'lam.
Kalidawir, Tombo ati 03 Oktober 2020.
Dan belajar ikhlas hati itu waktunya seumur hidup...
BalasHapusTulisan yang menarik
Makasih mas...
Hapus