Imam Agus Taufiq
Orang tua kadang jengkel dengan belajar menghafal pelajaran anaknya. Sebagai orang tua harus harus tahu bagaimana hubungan antara proses menghafal pelajaran dengan kondisi FPL. FPL di sini adalah fisik, psikologis, dan lingkungan. Proses belajar atau menghafal pelajaran yang dilakukan buah hati tak terlepas dari keterlibatan akal yang dimilikinya. Dengan bekal akal yang dimilikinya, buah hati dapat berpikir, memecahkan masalah, serta mengelola informasi. Akal ini diperoleh karena adanya memori atau ingatan di dalam otak manusia.
Dalam konteks yang lebih luas, memori memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya memori, kehidupan manusia menurut saya tidak akan berlangsung dengan baik. Memori merupakan sebuah cara individu untuk mampu mempertahankan dan menarik pengalaman-pengalaman masa lalunya, untuk kemudian digunakan saat ini. Dalam konteks menghafal suatu pelajaran, anak menggunakan memori dengan cara menghafal. Kemudian, memori tersebut dipanggil atau diingat kembali pada saat dibutuhkan.
Dengan proses itu memori tak hanya berwujud kemampuan menyimpan hal yang telah dihafal atau dialami. Sebab memori juga termasuk kemampuan menerima informasi berupa materi, untuk kemudian disimpan pada memori yang dapat diingat kembali saat dibutuhkan.
Ingatan pada hafalan atau pengalaman akan gagal jika anak atau individu tidak dapat mengingat informasi yang masuk. Hal ini terjadi akibat kegagalan dalam proses pemasukan atau penyimpanan informasi, serta tahap pengingatan kembali.
Ada beberapa faktor menurut saya dapat mempengaruhi memori seseorang, di antaranya informasi yang tidak relevan atau kurang penting, adanya gangguan, pecahnya perhatian, keadaan fisik yang lelah, pengaruh zat kimia tertentu, serta emosi (suasana hati).
Oleh karena itu, anak yang menghafal pelajaran diusahakan tak dalam keadaan mengantuk, harus dalam kondisi tenang, merasa nyaman, mood bagus, serta tidak terdapat gangguan apa pun. Anak seperti itu pasti memiliki kemampuan lebih besar dalam mengingat kembali hafalan yang telah dilakukan pada kesempatan sebelumnya. Bahkan, kemampuannya melebihi anak yang menghafal pelajaran sambil menonton televisi, chatting, atau dalam kondisi sedih ( suasana hati negatif).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hafalan tersebut dapat dialami oleh anak yang tengah belajar di sekolah, bahkan mahasiswa. Oleh karena itu, penting bagi sang anak untuk mengetahui hal semacam ini agar tak mudah menyalahkan diri sendiri, apabila acap kali lupa setelah menghafal materi pelajaran. Dengan mengetahui problem semacam ini, anak diharapkan dapat mencermati diri, dalam arti melakukan aktivitas mengahafal pelajaran pada saat kondisi fisik dan psikologis sedang prima. Lebih dari itu, menghafal pelajaran harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar rumah, apakah suasananya mendukung atau justru mengganggu aktivitas hafalan.
Jika keberadaan rumah dekat dengan bengkel atau pabrik yang cukup bising, hendaknya aktivitas menghafal dilakukan pada malam hari agar dapat berkonsentrasi . Sebaliknya, jika rumah kita dekat dengan warung atau toko yang ramai pada malam hari, maka kegiatan menghafal dapat dilakukan pada sore hari sesuai dengan mood.
Selain kita mencermati situasi lingkungan rumah, nampaknya kondisi diri sendiri juga perlu diperhatikan. Dalam arti, ketika memulai hafalan dengan mood atau pada saat suasana hati sedang positif. Namun, jika menghafal pelajaran pada saat suasana hati tak karuan, otomatis dampaknya bisa merusak kosentrasi. Kondisi mengantuk juga tak baik jika dipaksakan untuk menghafal suatu pelajaran.
Alhasil, ternyata kondisi fisik, psikologis, lingkungan sangat berpengarauh dalam proses belajar menghafal pelajaran. Untuk itu perlu ada usaha bagaimana untuk mempertahankan kondisi tersebut tetap prima dan membuahkan hasil maksimal dan memuaskan sesuai jerih payah yang mereka lakukan.
Kalidawir, 21 Maret 2021.
Komentar
Posting Komentar