Oleh : Imam Agus Taufiq
Belakangan ini sedang viral unggahan video seseorang mengumandangkan adzan dengan mengganti kalimat "Hayya 'alas-shalah" (marilah sholat) menjadi "Hayya 'alal jihad (marilah berjihad). Seruan ini disinyalir karena adanya upaya pemerintah melakukan kriminalisasi terhadap salah satu tokoh yang mereka kagumi dan gandrungi.
Mereka menganggap pemerintahan saat ini dikuasai oleh pemerintah rezim zalim. Rasanya, ada sekenario adzan bid'ah sengaja mereka buat sebagai Psywar atau perang urat syaraf yang dijadikan alat propaganda untuk tujuan politik. Seolah mereka berusaha membuat gaduh dan kondisi mencekam bangsa ini, sehingga ada alasan bagi kelompok ini untuk membangkang pemerintah yang di atas namakan jihad. Padahal secara hukum, mengganti lafdzh adzan sebagaimana fenomena di atas adalah haram. Sebab termasuk melakukan suatu amaliah yang tidak memiliki dasar legalitas dari syariat.
Lantas bagaimana makna jihad sebenarnya ? Dan apakah jihad harus identik dengan peperangan atau pertumpahan darah melawan bangsa sendiri ?. Secara bahasa, kata jihad berasal dari akar kata jahd atau juhd yang bermakna kesungguhan, kemampuan maksimal, kepayahan, dan usaha yang sangat melelahkan. Kemudian dari akar kata ini, terbentuk derivasi kata berupa jihad, ijtihad dan mujahadah. Sedangkan menurut Al-Raghib Abu al-Qasim al-Husain bin Muhammad Al- Ashfihani, Mufradat al-Qur'an fi Gharib al-Qur'an (Damaskus: Dar al-Qalam, 1412 H) secara terminologis jihad memiliki tiga bagian : perang melawan musuh, melawan setan, dan melawan hawa nafsu. Dari terminologis jihad dapat digaris bawahi bahwa jihad tidak harus identik dengan peperangan melawan bangsa sendiri. Bahkan ada level jihad yang lebih utama adalah jihad melawan hawa nafsu yang mempunyai fase empat tingkatan penting untuk diketahui agar jihad bisa dipahami secara menyeluruh.
Fase pertama, jihad melawan nafsu dengan mempelajari ilmu agama yang menjadi penentu keselamatan dan kebahagiaan abadi seseorang di dunia dan akhirat. Fase kedua, jihad melawan nafsu dengan mengamalkan ilmu yang didapat dengan jerih payah tak kenal lelah yang terkadang panas terkena terik sinar matahari dan kehujanan. Mengingat bahwa ilmu itu amanah, apabila tak diamalkan seolah tak ada artinya dan ibarat ilmu tanpa amal seperti pohon tak ada buahnya.
Fase ketiga, jihad melawan nafsu dengan berdakwah bil hikmah wal mauidhoh hasanah dengan prinsip Islam ramah bukannya marah, Islam sejuk bukannya membujuk, Islam mengajak bukannya mengejek, dan Islam merangkul bukannya memukul. Fase keempat, jihad melawan nafsu dengan bersikap tabah dan sabar dalam mengahadapi segala rintangan serta cobaan dalam berdakwah.
Alhasil, jihad melawan hawa nafsu adalah perang melawan kebodohan dan meleyapkannya dengan jalan belajar dan mengajar (ta'lim wa ta'allum) dan juga bisa diartikan menyebarluaskan ilmu dengan pena atau tulisan melalui media sosial. Dan yang paling penting pemahaman dan pengamalan jihad secara benar mustahil melahirkan tindakan terorisme. Sudah seharusnya jihad memiliki spirit menghidupkan bukan mematikan, memakmurkan peradaban bukan justru menghancurkannya.
Kalidawir, 2 Desember 2020.
Komentar
Posting Komentar