Langsung ke konten utama

Membaca Bertujuan di Era Milenial

 


Oleh : Imam Agus Taufiq

“Kebiasaan membaca itu satu-satunya kenikmatan yang murni. Ketika kenikmatan yang lain pudar, kenikmatan membaca tetap bertahan”

---Anthony Troppole

 

Seiring perkembangan zaman yang serba canggih, nampaknya tradisi literasi (baca tulis) semakin pudar. Kecanggihan tekno;ogi gagdet yang semestinya bisa digunakan untuk mendulang literasi tidak dimanfaatkan semestinya. Walaupun masih ada segelintir orang memanfaatkan dunia digital untuk mengakses informasi mengenai literasi, namun jumlah itu tak sepadan dan masih jauh dari harapan. Di era milenial ini, sebenarnya tradisi literasi harus tetap digaung gemakan. Rutinitas dan jadwal yang padat merayap tak ada salahnya untuk meluangkan waktu di dunia literasi.

Dengan kemajuan gagdet, kita bisa berselancar di dalam arus informasi dan sumber-sumber pengetahuan yang tak bertepi. Zygmunt Bauman dalam Liquid Modernity (2000) menyebutnya sebagai zaman yang ditandai oleh kemudahan manusia berselancar , bukan hanya dalam hal-ihwal informasi, tetapi juga dalam peran sosial dan identitas sosial, dari satu dominan ke lainnya. Inilah zaman yang begitu cair sehingga dalam kadar tertentu menenggelamkan manusia dalam arusnya.

Salah satu cara agar manusia tidak tenggelam tertelan arusnya zaman adalah dengan melek literasi. Tradisi baca-tulis tersita, tergantikan oleh aktivitas pekerjaan. Tapi tidak ada salahnya menyandingkan belajar dan bekerja dalam aktivits sehari-hari. Belajar dan bekerja  adalah dua hal yang saya nilai sama baiknya. Alangkah baiknya jika kedua hal tersebut saling melengkapi dan tidak bisa dipisahkan ibarat siang dan malam.

Melek literasi di sisni adalah membaca yang bertujuan. Setiap orang yang melakukan sesuatu pasti ia mempunyai tujuan, dan mustahil tak punya tujuan.  Tujuan adalah sesutu yang ingin dicapai. Dengan tujuan kita mengarahkan langkah menuju apa yang kita inginkan. Adanya sebuah tujuan sangat membantu kita mengalokasikan sumber daya : waktu, tenaga, pikiran, bahkan materi untuk mencapai tujuan tersebut. Tak kalah pentingnya, membaca pun harus memiliki tujuan. Setidaknya ada dua tujuan membaca :

Pertama, membaca yang bertujuan sebagai sarana kreasi yaitu membaca untuk mendapatkan sebuah informasi dan pengetahuan dengan cara mengikat makna bacaan yang didapat,  menuju perubahan diri. Buku adalah amunisi yang lezat dan ampuh untuk melakukan perubahan. Belajar menggali ilmu dan memahami fenomena  kehidupan yang didapat lewat membaca inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Maka sudah sepatutnya manusia disebut dengan hayawan an-natiq dan sesuai dengan ayat al-Qur’an yang pertama kali turun adalah perintah membaca.

Sehingga manusia mampu mengkreasi pengetahuan demi menyongsong kehidupan atau masa depan yang lebih baik. Menjadikan bacaan sebagai cahaya yang menemani dan menerangi setiap langkah kehidupan manusia, guna mempersiapkan jalan hidup yang lebih terang. Manusia mampu mempelajari sumber bacaan kehidupan lewat bacaan tersurat maupun tersirat. Bacaan tersurat bisa diakses melalui perpustakaan nasional digital, tinggal download aplikasi setelah itu mendaftar  menunggu dikonfirmasi,  jika berhasil kita bisa berselancar masuk memilih jenis buku apa yang dikehendaki sesuai selera.

Sedangkan membaca secara tersirat, berasal dari pengalaman kehidupan diri sendiri maupun orang lain yang dijadikan sosok figur, panutan, idola dan sebagainya untuk bekal kehidupan yang lebih baik di masa depan. Yaitu mengoreksi nilai-nilai negatif dan meneruskan ihwal positif untuk kehidupan esok yang lebih baik.

Kedua, tujuan membaca adalah untuk rekreasi yaitu membaca sebagai sarana mencari kesenangan, hiburan. Bacaan rekreasi ini didapat dari buku-buku cerita pendek, novel, puisi, dan bacaan sastra lainnya. Kita bisa menikmati kisah-kisah penuh tawa canda, suka-duka, sedih-bahagia, dari kisah cerita kehidupan yang mempunyai sarat pembelajaran moral, spiritual, maupun budaya yang ditulis dalam buku tersebut. Bagi kita yang membaca, kisah cerita dalam sebuah buku dapat menjadi pengalaman emosional yang luar biasa, seperti apa yang disampaikan Paul Jennings, “Berbaring di tempat tidur sambil cekikikan sendiri, menangis sendiri, merasa penasaran, dan menjelajahi dunia antah-berantah yang dihadirkan penulis dalam pikiran anda, merupakan keasyikan tersendiri.

Lebih dalam lagi, tujuan membaca adalah untuk mencerahkan diri, cerah secara lahir dan batin, dengan demikian mampu memberikan pelita bagi orang lain. Tujuan ini sangatlah mulia. Membaca dapat membuka jendela dan melihat cakrawala yang lebih luas demi kedewasaan berpikir dan bertindak. Membaca menjadikan kita makhluk yang terus terbarukan dalam pemikiran. Membaca adalah inovasi yang tiada henti. Dengan membaca buku tekstual (tersurat) dan kontekstual (tersirat) dapat meng-update pengetahuan, cara pandang, dan sikap kita. Lebih jauh lagi, kegiatan membaca yang dilakukan terus-menerus dalam jangka panjang dapat memperbarui tingkah laku kita menuju perilaku manusia baru yang lebih baik.

Melihat betapa pentingnya membaca yang memberikan efek perubahan yang luar biasa, rasanya muhasabah terhadap diri sendiri penting. Sudahkah kita membiasakan diri membaca ?. Berapa waktu luang yang sia-sia ?. Untuk menjawab itu semua, kita kembalikan diri  masing-masing, jika hatinya terbuka lebar bahwa dengan membaca itu lebih tinggi intesitasnya dari pada melihat atau pun mendengar dalam mempengaruhi dan membentuk pikiran manusia, maka kita segera bergegas tanpa menunda waktu. Dan kebiasaan membaca akan mengalir deras apabila kita mulai dari diri sendiri, mulai dari yang mudah, dan mulai dari sekarang juga. Pepatah mengatakan pentingnya membaca, “Membaca adalah jembatan ilmu”. Titian inilah yang membentang agar dapat ditapaki dan dijelajahi agar mendapatkan makna dari setiap untaian kata yang terukir dalam setiap tulisan. Dari makna yang ditangkap dapat dijadikan faedah bagi manusia untuk berbuat baik, dan memberikan cahaya jalan kebaikan kepada orang lain sesuai hadits nabi “Khoirun al-nas anfauhum linnas”.

 

Kalidawir, 9 Desember 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menangkal Digiseksual di Era Modern

  Oleh :  Imam Agus Taufiq  Munculnya Revolusi Industri pada tahun 1784 menuntut manusia untuk menciptakan berbagai hal yang mampu meringankan pekerjaan. Waktu silih berganti, seiring berjalannya jarum jam , revolusi industri terus mengalami perkembangan, bahkan saat ini   sampai pada revolusi industri 4.0. Realita   ini sangat menguntungkan bagi manusia   seiring   perkembangan teknologi yang semakin cepat melesat   membuat segalanya menjadi mudah. Manusia tidak perlu lagi bersusah payah dan dibuat pusing   dalam mengerjakan berbagai hal, karena semua pekerjaan telah diambil alih oleh teknologi. Revolusi Industri 4.0   memberikan banyak terobosan dalam teknologi di antaranya, komputer, gagdet , robot pintar, robotika, kecerdasan buatan atau AI ( Arificial Intelligence ), internet, kendaraan, dan lain sebagainya . Keterlibatan teknologi dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan manusia menjadi ketergantungan, di sisi lain teknologi juga memberikan pengaruh yang   besar dalam kehid

Usaha Berbuat Positif

Oleh: Imam Agus Taufiq Takwa yang biasa terdengar di telinga kita adalah usaha untuk selalu melaksanakan perintah Allah swt dan Rasulullah saw. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat Al Taghabun ayat 12 yang berbunyi: واطيعوا الله واطيعوا الرسول، فإن توليتم فإنما على رسولنا البلاغ المبين. "Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah swt dan Rasulallah, jika engkau berpaling maka sesungguhnya kewajiaban utusan hanya menyampaikan amanat Allah dengan jelas". Ayat tersebut menjelaskan kepada kita untuk selalu taat kepada Allah swt dan Rasulullah. Arti takwa di sini menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dari sabab musabab takwa inilah sumbernya keberuntungan dunia dan akhirat. Pekerjaan taat kepada Allah dan Rasulullah bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun. Apalagi di hari yang banyak kebaikannya yaitu hari Jumat. Harus kita ketahui bahwa Allah swt menjadikan hari Jumat, sebaik-baiknya hari bagi umat Islam. Salah satunya hari yang mulia yang disabdakan

Usaha Membangun Mood Menulis

  Oleh:  Imam Agus Taufiq Mengapa tidak menulis? Mengapa lama tidak menulis? Kiranya dua pertanyaan ini jika diajukan umumnya akan dijawab serupa, belum ada mood menulis. Solusi yang dilakukan adalah bagaimana membangun atau menciptakan mood menulis. Untuk menciptakan hal ini penting untuk menghadirkan atmosfer yang cocok untuk menulis.  Setiap penulis memiliki kebiasaan berbeda saat menulis. Misalnya seorang tokoh pahlawan nasional yang sudah banyak menelurkan banyak karya yaitu Tan Malaka di antaranya yang opus Magnum adalah Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika). Tan Malaka menulis buku-bukunya dengan cara memanfaatkan jembatan keledai untuk mengingat apa yang kemudian ditulis.  Ketika masa kolonialisme Belanda, Tan Malaka menjadi pelarian bukan hanya pemerintah kolonial Belanda, namun juga pemerintah kolonial Inggris yang menguasai Malaya dan Singapura serta pemerintah Amerika Serikat yang menguasai Filipina. Dalam posisi dikejar-kejar inteljen pemerintahan kolonial tersebu