Oleh : Imam Agus Taufiq
Kita tidak pernah bisa memilih dilahirkan oleh
siapa dan di lingkungan yang bagaimana.
Tetapi kita bisa memilih untuk mengubah lingkungan menjadi apa dan kemudian
bercita-cita mengubah lingkungan kita menjadi lebih baik. Arti mengubah di sini
bisa menjadikan yang ada menuju perbaikan atau dengan hijrah ke lingkungan yang bisa mengubah kita menuju
ke jalan kebaikan. Mungkin saja hari ini kita hanyalah seorang buruh,
petani, guru honorer, atau seorang satpam. Tapi percayalah! Hal itu bukanlah
yang menentukan kita menjadi orang besar atau tidak. Dalam status sosial memang
pekerjaan seperti itu dikategorikan sebagai orang kecil. Tetapi dengan
keberadaan tersebut bukanlah sesuatu yang menghalangi seseorang untuk menjadi
besar dan hebat.
Bukanlah mereka yang duduk dengan status sosial
yang tinggi adalah orang besar. Tetapi kebesaran seseorang itu ditentukan oleh
pesona keluhuran dirinya. Manusia luhur yang akan menjadi orang besar
adalah mereka yang menemukan keyakinan dan kemantapan hatinya ketika merasa
bahwa pikiran, perasaan, dan tindakan yang sedang dan akan mereka lakukan dapat
dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT sekaligus bermanfaat bagi manusia. Ketika
manusia di dunia ini semua dituntut
menjadi pemimpin, entah pemimpin keluarga, masyarakat, organisasi atau yang lain,
tentunya seorang pemimpin pasti berharap dalam roda kepemimpinannya bermanfaat
dan berjalan maksimal sesuai target. Untuk itu maka diperlukan orang yang
hebat, sukses, dan menjadi besar.
Dan ukuran sukses bukan harta dan kedudukan,
melainkan bagaimana kita terbiasa melakukan kebaikan hingga akhir hidup kita Laa
ilaaha illalaah. Menurut saya menjadi orang hebat dan besar dalam makna
hakiki adalah belajar pada sekolah kehidupan. Belajar pada sekolah kehidupan adalah
belajar pada apa yang ada di sekeliling kita. Dan hal ini tidak akan pernah
berhenti selama kita masih bisa bernafas lega. Tidak ada biaya registrasi untuk
belajar di dalamnya. Tak ada batasan waktu kapan mulai belajar. Dan gurunya
bisa dari tukang becak, tukang parkir mobil, atau siapa saja yang bisa memberi
pelajaran tentang hidup kepada kita.
Sekelas Emha Ainun Najib pernah menuturkan bahwa dia belajar dari seorang tukang becak
tentang makna kejujuran. Saat itu ia pilih-pilih bus yang akan dinaiki ke Jogja
dengan cara berbohong. Jika bus yang distopnya bukan bus favorit, maka ia
bilang akan ke Ponorogo. Tetapi jika
yang berhenti ternyata bus jurusan ke Kediri, maka ia bilang jujur akan ke
Jogja. Kemudian hujan turun dan Emha kehujanan. Seorang tukang becak yang ada
didekatnya lalu bilang, “Inilah akibatnya kalau berbohong.”
Tukang becak yang menegur Emha, boleh dibilang
orang yang berpendidikan rendah, orang kecil. Tetapi mereka orang yang sungguh
luar biasa. Hal tersebut karena kualitas memaknai hidup dan mengisi
kehidupannya yang mempunyai efek kemanfaatan baginya dan orang lain. Karena sesungguhnya
jika jiwa tidak disibukkan dengan menebar energi positif (kebaikan), maka akan disibukkan oleh energi negatif (keburukan). Sebagaimana
Yusuf Qardhawi mengatakan, “Orang yang melewatkan satu hari dalam hidupnya
tanpa ada hak yang ia tunaikan atau suatu fardhu ia lakukan atau kemuliaan yang
ia wariskan atau kebaikan yang ia tanamkam atau ilmu yang ia dapatkan, maka ia telah
durhaka pada harinya dan menganiaya pada dirinya.” Dengarlah kisah-kisah
kehidupan di sekitar kita, dengan melihat orang lain yang lebih tinggi kadar
ibadah, kebaikan, dan keshalihannya. insyaAllah hal tersebut akan memberikan
pengaruh yang besar pada diri kita dan membantu proses diri menjadi orang
besar.
Menjadi orang besar atau hebat adalah suatu
keinginan untuk menjadi orang mulia. Dan kemuliaan akan tumbuh dari kebaikan
yang kita lakukan secara terus menerus, bukan karena orang yang memuliakan
kita. Seorang penyair besar yang hidup pada masa dinasti Abbasiyah yaitu
Al-Mutanabi mengatakan, “Manusia dinilai berdasarkan perbuatan mereka. Kebesaran
jiwa mereka menentukan karya besar mereka memang besar.”
Life is a choice. Hidup adalah pilihan, demikian
kata orang bijak. Banyak pilihan dalam hidup ini dan kita pula yang harus
memilih. Kita yang memilih harus menjadi pegawai yang produktif atau tidak,
memilih untuk menyikapi kesulitan dengan senyum atau kerutan dahi, hingga yang
terpenting adalah memilih menjadi orang yang berguna atau tidak, mau menjadi
orang besar atau tidak, karena Sang Khaliq telah memberikan “The Power of
Choice” kekuatan untuk memilih. Semoga Allah SWT memberikan hidayah-Nya kepada
kita sehingga dimudahkan untuk melangkah ke jalan yang diridhoi-Nya dan memilih
menjadi orang yang berguna. Aamiin...
Kalidawir, 10 Agustus 2020.
Mantab Bapak. Amin ya Allah allahumma amin.
BalasHapusTerima kasih mbak Zahra...
HapusMantab. Inspirasi yg bagus. Belajarlah dari siapa saja
BalasHapusInjih bu matur suwun....
HapusTerima kasih Prof...
BalasHapus