Oleh : Imam Agus Taufiq
Dua puluh tujuh tahun
sudah saya ditinggal sang ayah. Tak terasa seiring waktu silih berganti
kelihatannya tidak terasa lama. Ketika itu saya sedang belajar mengaji
al-Qur’an ke kyai Rohani yang berada di dusun Plenggrong desa Tiudan kecamatan
Gondang. Sehabis selesai jamaah sholat Asar datanglah seorang saudara untuk menjemput saya di
tempat mengaji dan memberikan kabar kalau sang ayah meninggal. Ayah meninggal
karena sakit. Dan saya masih duduk di
bangku TK Al-Khodijah Tiudan Gondang.
Sepeninggal sang ayah, saya diasuh oleh ibu. Sungguh luar biasa sang ibu dalam mendidik, merawat meneruskan estafet perjuangan sang ayah. Ketika itu anak-anak masih kecil, saya tahu persis betapa besar pengorbanan ibu bekerja keras untuk mencari nafkah dan menyekolahkan. Sehingga sampai di jenjang perguruaan tinggi. Sungguh luar biasa perjuangan ibu. Ketika merawat dan mendidik kami, beliau pernah ditawari seseorang untuk menikah lagi. Saya pun sontak kaget. Ternyata dengan tawaran itu, ibu menjawab dengan tegas dan sopan. Bahwa ibu saya tidak mau menikah lagi. Justru beliau ingin fokus merawat dan mendidik ketiga anaknya.
Tetapi realitas yang ada, bahwa seorang ibu lebih kuat bertahan mengurungkan niat untuk tidak menikah lagi dibanding seorang ayah yang ditinggal mati isteri tercintanya. Termasuk ibu saya sendiri yang kenyataannya memilih menjadi janda dari pada menikah lagi.
Ibu sangat sabar, ulet,
telaten dalam mendidik kami. Beliau disiplin untuk mengajari etika, sopan
santun, dan mencarikan pendidikan baik formal dan non formal demi mengentaskan
kebodohan dan supaya menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya.
Pendidikan yang beliau
tanamkan mulai sejak kecil dan sekarang masih membekas adalah ketika malam
Jumat tiba, beliau tidak bosan-bosan mengajak ziarah kubur ke makam ayah untuk
memanjatkan do’a membaca surat yasin. Dari pembiasaan ini, akhirnya saya berani
berangkat sendiri ke makam ayah ketika
malam Jumat tiba.
Hal ini diajarkan oleh sang
ibu tidak lain hanya untuk mencetak anak yang sholih. Selain itu, ibu kami
pernah bercerita dan cerita ini beliau
dapat ketika mengikuti ngaji di majlis taklim bahwa semua manusia pasti meninggal. Dan bekal yang dibawa bukan harta kekayaan, tetapi hanya tigal hal
dan pahalanya terus mengalir tak akan terputus. Tiga hal tersebut adalah
shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendo’akan kedua
orang tua. Hal ini senada dengan sabda baginda Nabi Muhammad SAW :
اذا
مات ابن ادم انقطع عمله الا من ثلاث صدقة جارية اوعلم ينتفع به اوولد صالح يدعوله
Menurut saya harta
kekayaan, mobil mewah, rumah bertingkat, perhiasan, semuanya tak akan dibawa
ketika kita sudah meninggal dunia. Kecuali tiga hal yaitu : shodaqoh jariyah,
ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendo’akan kedua orang tua. Hal lain
yang lebih penting lagi yang menjadi persoalan mengapa tiap malam Jumat tiba
selalu identik dengan kirim do’a ? Sebab tiap malam Jumat ahli kubur membuka
pintu untuk menunggu kiriman walaupun satu ayat dari al-Qur’an. Logika
sederhana jika orang hidup ketika
keluarga, saudara, atau kerabat dekat datang berkunjung hati kelihatan senang
gembira. Apalagi orang yang sudah meninggal yang seolah-olah ada di negeri
asing atau alam yang berbeda. Ketika keluarga mau berziarah membacakan do’a
dari ayat-ayat suci al-Qur’an atau memberikan shodaqoh terkusus untuk keluarga
yang meninggal, tentunya sangat riang dan gembira.
Makanya tradisi ziarah
kubur di masyarakat kita masih kental, mengakar dan mendarah mendaging. Selain
itu, biasanya masyarakat bila malam Jumat tiba melantunkan syair puji-pujian
untuk menunggu kedatangan imam sebelum sholat berjamaah. Mendengar syair yang dilantunkan saja sudah ngeri dan sungguh tega apabila keluarga tidak mau mengirimkan bacaan do'a kepada ahli kubur di malam Jumat. Dan syair itu berbunyi :
Malam Jumat... ahli
kubur bukak lawang...
Nyuwun kiriman... sak
ayat saking al-Qur’an...
Lamun wong dunyo... ora gelem ngirimi...
Mongko ahli kubur... podo nangis bribis mili...
Semoga kita menjadi orang yang selalu bersyukur, membiasakan ziarah kubur untuk mengingat akan kematian yang datangnya sewaktu-waktu tidak mengenal usia. Dan menjadi orang yang selalu berbakti kepada kedua orang tua yang do’anya selalu dinanti-nanti kapan saja dan di mana saja. Aamiin...
Kalidawir, 6 Agustus 2020.
Trimakasih. Bagus sekali. Menambah wawasan saya. Sekaligus mengingatkan akan hal penting itu. 🙏
BalasHapusInjih swun ...
HapusIni salah satu dari Sunnah Rasulullah yang dianjurkan Nabi untuk mengisi malam Jumat nggih?
BalasHapusInjih bapak...
Hapus