Imam Agus
Taufiq
Minggu
tepatnya 23 Agustus 2020 keluarga kami menggelar acara Tedhak siten putra
kedua yang bernama “Kayyisa Zhafira Azhari”. Dalam
rangkaian acara ini, pertama saya
rayakan dengan khotmil Qur’an. Khotmil Qur’an kali ini dengan mengundang
tetangga dan jamaah rutin tiap Minggu Wage yang anggotanya berjumlah 40 orang.
Setelah
tamu undangan dan anggota jamaah sudah hadir, acara khotmil Qur’an dibuka oleh
bapak Slamet Riadi tepat pada pukul 14.00. Dan dilanjutkan iftitah ditujukan
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan sahabat nabi, para wali, syuhada’,
sholikin, para guru, para leluhur shokibul bait, dan terkusus pada ruh dan
jasad “Kayyisa Zhafira Azhari’. Dan acara selesai pada pukul 15.30 diakhiri
dengan doa khotmil Qur’an. Dalam rangkaian khotmil Qur’an tadi tak lain adalah
wasilah dan meminta pada Allah SWT, semoga putra kami yang bernama “Kayyisa
Zhafira Azhari” diberi ketetapan Iman, Islam, Ihsan. Selain itu dimaksudkan
supaya menjadi anak yang sholikah, ahli ilmu, ahli Qur’an, ahli kebaikan, ahli ibadah, istiqomah, dan
ahli sunnah wal jamaah. Dan memohon kepada Allah SWT jangan sampai dijadikan
ahli keburukan, dan sesat. Aamiin...
Acara
khotmil Qur’an pun selesasi, dilanjutkan acara yang kedua yaitu upacara Thedak
sinten dengan mengundang anak-anak sekitar rumah. Secara harfiah, upacara
Tedhak siten berasal dari dua kata yakni Tedhak artinya menapakkan kaki, dan
siten dari kata siti yang artinya tanah atau bumi. Jadi Tedhak sintten berarti
menapakkan kaki ke bumi. Tedhak sinten menggambarkan persiapan sang anak untuk
menjalani kehidupan yang benar dan sukses di masa mendatang, dengan berkah
Allah SWT dan bimbingan orang tua sejak masa kanak-kanak, dengan menjalani
kehidupan yang baik dan benar di bumi sekaligus tetap merawat dan menyayangi
bumi , selain itu untuk mengingat bahwa bumi atau tanah telah memberikan banyak
hal untuk menunjang kehidupan manusia.
Upacara
ini dilakukan ketika seorang bayi berusia delapan bulan dan mulai belajar duduk
dan berjalan di tanah. Secara keseluruhan upacara ini dimaksudkan agar ia
menjadi mandiri di masa depan. Upacara ini biasanya dilakukan di depan rumah,
sedangkan untuk keperluan yang ada rangkaiannya dengan upacara itu
diselenggarakan di gandhok rumah, rumah bagian belakang. Tedhak sinten identik
dengan tahapan perkembangan usia anak dalam siklus kehidupan biasanya dilakukan
bagi seorang anak yang berusia delapan bulan atau pitung lapan, karena pada
usia ini seorang anak sudah berada pada tahap belajar berjalan.
Pada
upacara Thedak sinten tentunya menggunakan beberapa perlengkapan, dimana
perlengkapan ini mempunyai arti dan makna yang sangat berarti bagi kehidupan
masyarakat, sehingga dalam upacara adat biasanya ada beberapa perlengkapan yang
tidak dapat digantikan bahkan dihilangkan dengan perlengkapan lain.
Perlengkapan yang digunakan pada saat upacara terdiri dari perlengkapan yang
didapat dari hasil bumi, ada juga perlengkaapan yang dianggap sebagai barang
berharga dan bermanfaat dimana perlengkapan ini ada dengan mengikuti
perkembangan zaman yang dibuat oleh manusia. Perlengkapan yang digunakan dalam
upacara ini adalah :
1.
Baras ketan yang
dijadikan jadah 7 warna
2.
Tebu wulung (tebu
merah hati) yang digunakan sebagai tangga
3.
Pasir yang
digunakan injak pasir
4.
Kurungan ayam
5.
Beras yang diberi
warna kuning
6.
Koin
7.
Aneka macam bunga
8.
Barang-barang yang
bermanfaat dan berharga, seperti emas (gelang, kalung, cincin), uang, alat
tulis, buku, dan mainan yang menjadi gambaran profesi yang akan dijalani kelak
di masa dewasa.
9.
Sembako, sayur
mayur yang akan dijadikan nasi tumpeng.
Setelah semua perlengkapan disiapkan, tibalah saatnya upacara Tedhak sinten. Pertama, berjalan melewati jadah. Berjalan melewati jadah ketan tujuh warna berarti sang anak berada di bumi ini akan melewati kehidupan yang penuh rintangan kemudian akan mendapatkan hari terang dimana warna -warni tersebut tersususn berdasarkan warna gelap ke warna yang terang, maksudnya adalah sang anak akan melewati kehidupan mulai dari gelap hingga ke terang. Dari sini sang anak diajarkan bahwa dalam dalam mengarungi samudra kehidupan pasti ada halangan dan rintangan yang bisa dihadapi dan diselesaikan.
Kedua,
menaiki dan menuruni anak tangga tebu. Tangga dibuat dari tebu rejuna atau Arjuna. Tangga yang berwarna
merah hati dan dihiasi warna-warni atau janur ini memiliki jumlah anak tangga
sama seperti jumlah jadah yakni tujuh buah anak tangga. Pemilihan tebu Arjuna
diharapkan sang anak memiliki jiwa kepahlawanan seperti tokoh pewayangan Arjuna
yang berani membela kebenaran. Makna yang terkandung dalam prosesi menaiki dan
menuruni tangga tebu ini adalah sang anak akan melewati kehidupan dari yang
rendah hingga kehidupan yang tinggi. Prosesi kedua ini juga sebagai lambang
ketetapan hati seorang anak dalam mengejar cita-cita, karena menurut orang Jawa
tebu adalah kependekan dari anteping kalbu. Sehingga dapat dipahami bahwa
menaiki dan menuruni anak tangga memiliki makna tentang ketetapan hati dan
tentang kehidupan dalam bermasyarakat.
Ketiga,
memasuki kurungan ayam. Kurungan ayam adalah simbol pengajaran bagi seseorang
anak agar mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar agar tercapai dengan apa
yang dicita-citakan. Selain itu kurungan ayam adalah pengibaratan kehidupan
nyata kelak yang dilalui oleh sang anak dengan segala jenis profesi atau pekerjaan
yang akan menghantarkannya pada cita-cita yang dipilihnya. Dari sini dapat
dipahami bahwa, penggunaan kurungan ayam adalah sebagai pengibaratan dunia yang
kelak akan dijalani sang anak dengan segala jenis pekerjaan atau profesi
sehingga sang anak diharapkan dapat masuk ke dalam masyarakat luas dengan baik
dan mematuhi tata aturan dan adat istiadat setempat.
Keempat.
Menapaki pasir/ Injekan pasir. Sang anak mengais pasir dengan kakinya dimaknai
bahwa sang anak mencari makan dengan usaha sendiri , selain itu juga
mengajarkan anak tentang kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya. Lebih lanjut
prosesi ini berarti sang anak diajarkan belajar mandiri dan lebih bekerja keras
dalam memenuhi kebutuhannya sendiri di masa depan dan tidak suka membebani
orang lain.
Kelima,
menyebarkan Udhik-udhik. Udhik-udhik adalah beras yang diberi pewarna kuning kemudian
ditambahi uang logam (koin), kemudian si dukun atau orang tua sang anak
menyebarkan udhik-udhik tadi ke tanah lalu menjadi rebutan anak-anak yang hadir
dalam acara ini. Sebar udhik-udhik adalah penggambaran sikap sosial dan mau
bersedekah dengan sesamanya supaya sang anak kelak juga memikirkan
kesejahteraan keluarga, handai tulan, kerabat, dan tetangga dilingkungan tempat
ia tinggal.
Keenam,
mandi air kembang setaman. Prosesi ini anak dimandikan dengan air kembang
setaman, yaitu air yang dicampuri bunga setaman (mawar, melati, kenanga,
kantil). Makna dari ini adalah supaya kelak sang anak dapat mengharumkan nama
keluarga, bangsa, dan negaranya. Atau bisa dimaknai dengan simbol kembang mawar
bahwa kehidupan itu bermacam-macam ada abang, ijo, kuning. Simbol kembang
kenanga adalah urip keno ngono, keno ngene. Dan simbol kembang kantil adalah
biarpun hidup itu bermacam-macam, keno ngono keno ngene yang terpenting hatinya
tetap kantil ing ngarso gusti pangeran kanthi kalimat Laa ilaaha illallah.
Ketujuh,
pemotongan tumpeng. Upacara pemotongan tumpeng ini melambangkan permohonan
orang tua kepada Allah SWT, agar kelak anak menjadi orang berguna . selain itu
tumpeng juga sebagai pengingat tentang kekuasaan sang pencipta. Tumpeng juga
merupakan wujud terima kasih kepada Allah SWT atas berkah yang diberikan. Dan
sayur mayur didalamnya merupakan penggambaran agar sang anak menjadi seorang
yang baik dan berguna bagi masyarakat. Tumpeng juga sebagai pengingat akan
kekuasaan sang pencipta alam, dan pentingnya menjaga keharmonisan dengan alam.
Perlengkapan
lain-lain. Selain prosesi acara inti Thedak sinten, ternyata ada juga
perlengkapan penunjang seperti : jenang abang, putih, jenang boro-boro, kembang
boreh,dan polo kependhem dan kinangan. Perlengkapan ini memiliki arti bahwa
dalam kehidupan kita akan berinteraksi dengan banyak orang dengan beragam
karakter sehingga sang anak diharapkan dapat dengan mudah bersosialisasi pada
masyarakat dengan sifat yang rendah hati (andhap asor). Diharapkan juga semoga
sang anak dalam menjalani kehidupan kelak tetap mengingat siapa leluhurnya agar
tetap menjaga nama baik dirinya, keluarganya hingga leluhurnya sesuai pepatah orang
Jawa “Mikul duwur mendhem jeru”.
Demikianlah
rangkaian acara Tedhak sinten. Semoga dengan acara ini benar-benar membawa
manfaat pada sang anak menjadi waladin sholikin dan berbakti kepada keluarga,
agama, nusa, dan bangsa. Aamiin...
Kalidawir, 23 Agustus 2020
Amin amin ya Allah. Wah. Baru tahu makna Thedak Sinten dari penjabaran Bapak Agus. Keren sekali ya Pak ternyata makna yang terkandung. Dari dulu saya tanya ke pini sepuh, tentang pentingnya sajen/syarat2 Kejawen dan maknanya, kebanyakan menjawab "pokoknya begitu." Hehe. Makasih ya Pak
BalasHapusSukses dan berkah buat Nak Kayyisa
Makasih mbak Zahra.
Hapusmantaabb
HapusAlhamdulillah,. Acara berjalan lancar,.. selamat pak agus,.
BalasHapusAamiin...suwun mas!
HapusMakna yang mendalam. Semoga ananda selalu sehat.
BalasHapusAamiin...makasih doanya bu doktor...
Hapus