Langsung ke konten utama

Jejaring Santri Tegalsari Ponorogo di Tulungagung

Oleh: Imam Agus Taufiq



Jejaring Pesantren Tegalsari Ponorogo yang ada di Tulungagung dapat diungkap melalui salah satu ipar Kyai Muhammad Ageng Besari, yaitu Raden Witono/ Syekh Hasan Ghozali yang berkiprah di Tulungagung. Hasil pernikahannya dengan Nyai Jarakan, Syekh Hasan Ghozali memiliki putra-putri antara lain  Kyai Imam Jauhari Mahmud (Notorejo Gondang Tulungagung), Kyai Muntaha (Mbah Muntaha Jarakan Gondang Tulungagung), Kyai Gembrang Serang ( Kyai Ageng Nur Rahmatullah), dan Nyai Robi'ah.

Nama lain Syekh Hasan Ghozali Kalangbret, Tulungagung adalah Kyai Ageng Witono atau Kyai Naib Witono atau Kyai Mangun Witono. Mengapa disebut Mbah Witono karena Syekh Hasan Ghozali merupakan sosok yang pertama kali mengadakan kajian-kajian Islam (wiwitane ono: Jawa) di daerah Kalangbret Tulungagung. Syekh Hasan Ghozali sering bersilaturrahmi dengan keluarga-keluarga dari Raden Setro Menggolo ( Syekh Abu Naim Fathullahyang makamnya terletak di barat makam Sentono Lodoyo Blitar) dan Raden Ragil Siddiq ( keturunan Sunan Tembayat yang berada di Lodoyo Blitar Selatan), sehingga hubungan tersebut menjadi hubungan kekerabatan yang sangat dekat sama-sama keturunan Sunan Bayat. Makam Syekh Hasan Ghozali di Kalangbret berdekatan Kyai Kasan Mimbar dan dulu terdapat "masjid Tiban al-Istimrar". Syekh Hasan Ghozali memang menjadi guru dari Syekh Hasan Mimbar Majan Tulungagung. 

Di Tulungagung ketika terjadi pecah perang Jawa dipimpin oleh Putra Pangeran Notokoesomo yaitu Raden Mas Tumenggung Pringgodiningrat selaku bupati Tulungagung ke IV yang menjabat pada tahun 1824--1830. Ia adalah saudara sepupu Pangeran Diponegoro dan menantu Sri Sultan HB II. Cucunya Raden Mas Tumenggung Pringgokusumo menjadi bupati Tulungagung X (1882 - 1895) yang memiliki istri cucu dari KHR. Kasan Mimbar. Makan putra Notokoesoema, Raden Mas Tumenggung Pringgodiningrat dan keturunannya ada di Sentana Dalem Majan Tulungagung. 

Selain itu, saudara Kyai Muhammad Ageng Besari, yaitu Kyai Khotib Anom bin Kyai Anom Besari Besari Caruban Madiun bin Syekh Abdul Mursyad juga berkiprah di Kalangbret Tulungagung. Bisa jadi Kyai Khotib Anom ini mengikuti jejak pamannya yaitu Syekh Basyaruddin ( penyebar agama Islam pertama di Srigading), guru bupati pertama Tulungagung, Tumenggung Ngabei Mangoendirono. Syekh Basyaruddin adalah keturunan Syekh Abdurrahman bin Syekh Abdul Mursyad ( Setono Landean, Kediri). Ia hijrah dari Ponorogo ke Tulungagung tepatnya di dusun Srigading, Bolorejo, Kauman, Tulungagung. 

Salah satu murid Syekh Basyaruddin adalah Kyai Abu Mansur yang memimpin daerah Mutihan meliputi tiga desa yaitu, Tawangsari, Winong, dan Majan. Desa-desa tersebut terletak di tepi sungai Ngrowo masuk wilayah kecamatan Kedungwaru. Kyai Abu Mansur berasal dari Ponorogo. Adiknya, Roro mirah menjadi permaisuri Paku Buwono ke II (1742-1749). Namun, Kyai Abu Mansur justru mendapat tugas dari Mangkubumi untuk menghidupkan semangat perjuangan melawan belanda dengan cara mendidik masyarakat Tawangsari. Kyai Abu Mansur mendirikan pondok pesantren untuk melatih beladiri dan belajar agama Islam. Setelah Abu Mansur meninggal, Tawangsari dibagi tiga daerah masing-masing desa Tawangsari yang dipimpin oleh Kyai Abu Yisuf (Abu Mansur II), desa Winong dipimpin oleh Kyai Ilyas dan desa Majan dippin oleh Kyai Haji Raden Khasan Mimbar. Dan KHR Khasan Mimbar adalah keturuna Patih Mataram PA Danuredjo  yang nikah dengan Kanjeng Ratu Angger putri dari Roro Mirah. 

Demikian secuil tulisan ini semoga bisa memperkaya wawasan dan menjadikan kita semakin melek sejarah tanpa melupakan perjuangan mereka yang saya akui sangat luar biasa di bumi Tulungagung tercinta ini.


Kalidawir, 8 September 2020.


Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Informasi yang sangat bermanfaat Bapak. Sejak beberapa waktu lalu saya berselancar secara pribadi untuk melacak biografi babat keislaman bumi Kalangbret. Kebetulan Bapak saya asli Kalangbret. Terima kasih Bapak. Sangat membantu.

    BalasHapus
  3. Mantab Pak Agus, memberikan pencerahan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menangkal Digiseksual di Era Modern

  Oleh :  Imam Agus Taufiq  Munculnya Revolusi Industri pada tahun 1784 menuntut manusia untuk menciptakan berbagai hal yang mampu meringankan pekerjaan. Waktu silih berganti, seiring berjalannya jarum jam , revolusi industri terus mengalami perkembangan, bahkan saat ini   sampai pada revolusi industri 4.0. Realita   ini sangat menguntungkan bagi manusia   seiring   perkembangan teknologi yang semakin cepat melesat   membuat segalanya menjadi mudah. Manusia tidak perlu lagi bersusah payah dan dibuat pusing   dalam mengerjakan berbagai hal, karena semua pekerjaan telah diambil alih oleh teknologi. Revolusi Industri 4.0   memberikan banyak terobosan dalam teknologi di antaranya, komputer, gagdet , robot pintar, robotika, kecerdasan buatan atau AI ( Arificial Intelligence ), internet, kendaraan, dan lain sebagainya . Keterlibatan teknologi dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan manusia menjadi ketergantungan, di sisi lain teknologi juga memberikan pengaruh yang   besar dalam kehid

Usaha Berbuat Positif

Oleh: Imam Agus Taufiq Takwa yang biasa terdengar di telinga kita adalah usaha untuk selalu melaksanakan perintah Allah swt dan Rasulullah saw. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat Al Taghabun ayat 12 yang berbunyi: واطيعوا الله واطيعوا الرسول، فإن توليتم فإنما على رسولنا البلاغ المبين. "Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah swt dan Rasulallah, jika engkau berpaling maka sesungguhnya kewajiaban utusan hanya menyampaikan amanat Allah dengan jelas". Ayat tersebut menjelaskan kepada kita untuk selalu taat kepada Allah swt dan Rasulullah. Arti takwa di sini menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dari sabab musabab takwa inilah sumbernya keberuntungan dunia dan akhirat. Pekerjaan taat kepada Allah dan Rasulullah bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun. Apalagi di hari yang banyak kebaikannya yaitu hari Jumat. Harus kita ketahui bahwa Allah swt menjadikan hari Jumat, sebaik-baiknya hari bagi umat Islam. Salah satunya hari yang mulia yang disabdakan

Usaha Membangun Mood Menulis

  Oleh:  Imam Agus Taufiq Mengapa tidak menulis? Mengapa lama tidak menulis? Kiranya dua pertanyaan ini jika diajukan umumnya akan dijawab serupa, belum ada mood menulis. Solusi yang dilakukan adalah bagaimana membangun atau menciptakan mood menulis. Untuk menciptakan hal ini penting untuk menghadirkan atmosfer yang cocok untuk menulis.  Setiap penulis memiliki kebiasaan berbeda saat menulis. Misalnya seorang tokoh pahlawan nasional yang sudah banyak menelurkan banyak karya yaitu Tan Malaka di antaranya yang opus Magnum adalah Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika). Tan Malaka menulis buku-bukunya dengan cara memanfaatkan jembatan keledai untuk mengingat apa yang kemudian ditulis.  Ketika masa kolonialisme Belanda, Tan Malaka menjadi pelarian bukan hanya pemerintah kolonial Belanda, namun juga pemerintah kolonial Inggris yang menguasai Malaya dan Singapura serta pemerintah Amerika Serikat yang menguasai Filipina. Dalam posisi dikejar-kejar inteljen pemerintahan kolonial tersebu