Langsung ke konten utama

Madrasah Diniyyah Ruh Pendidikan Thuluz Zaman

Imam Agus Taufiq



Setiap hari matahari tak pernah lelah menyinari alam semesta ini meskipun mendung. Ketika alam bergerak gelap, sebenarnya hanya tertutup mendung dan awan. Pada realitasnya matahari tetap bersinar. Semangat ini rupanya tak pernah pudar bagi pendidikan Islam madrasah diniyyah untuk selalu menyinari dunia dengan mencetak manusia berahklak mulia nan cerdas dari generasi ke generasi.

Meskipun nyatanya hambatan sering kali datang, madrasah diniyyah berusaha sekuat tenaga mengangkat perjuangan para santri untuk selalu menggapai mimpi agar terus bersinar. Hal ini membuktikan selain memiliki kecerdasan akal dan nurani, generasi madrasah diniyyah juga mempunyai mental  kokoh untuk bergelut dengan perubahan zaman yang menurut saya semakin tak terbendung kemajuannya. 

Potensi yang ada pada diri santri madrasah harus mampu menyinari diri. Setiap detik usaha yang dibangun sehingga mimpi segera dapat mudah terwujud. Dalam hal ini, saya menggunakan filosofi matahari yang tak pernah berhenti bersinar harus menjadi palu ampuh dan pelecit bagi generasi madrasah untuk meraih mimpi, cita-cita setinggi langit demi tujuan santri mengabdi pada negeri.

Pola pendidikan realitasnya yang diterapkan di madrasah diniyyah tak terbatas oleh ruang dan waktu. Sebab madrasah diniyyah lebih dulu paham dan menerapkan prinsip thuluz zaman (berkelanjutan).  Thuluz zaman dalam konsep pendidikan modern dikenal dengan pendidikan sepanjang hayat (long life education). Konsep ini memiliki makna bahwa pendidikan tidak sebatas yang ada di kelas , memahami materi pelajaran, dan mampu melahap soal-soal ujian.

Namun, pendidikan thuluz zaman telah membuat santri tak pernah henti belajar kapan pun dan di mana pun. Ia melihat sebuah peristiwa sebagai dasar (pondasi) pembangun rasionalitas-ilmiahnya. Sebagai contoh sederhana, santri dengan mudah memahami bahwa satu tambah satu jumlahnya dua. Tetapi, apakah mereka mengerti makna dari penjumlahan tersebut? Bagaimana seorang guru agar fakta ilmiah tersebut bermakna bagi santri?

Dari titik inilah rasionalitas ilmiah harus dibangun dengan modal kokoh melalui pendidikan bermakna. Mereka harus paham bahwa, dua merupakan hasil dari penjumlahan satu tambah satu dan tak boleh kurang atau lebih. Dari penjelasan itu berarti generasi bangsa perlu dididik kejujuran sehingga santri tak terpengaruh korup yang sering menambah atau mengurangi jumlah. Hal ini kelihatan sepele, namun karakter perlu dievaluasi kepada anak didik. Meskipun dalam prakteknya banyak pendidik menemukan kesusahan.

Lantas, apakah korelasinya pendidikan thuluz zaman dengan madrasah diniyyah? Saya ingin menyampaikan bahwa pendidikan madrasah diniyyah tidak sebatas memahami kitab kuning dan berbagai literatur klasik. Lebih dari itu madrasah diniyyah mampu memberi makna dan mempraktikkan di tengah kehidupan masyarakat yang majemuk. Sehingga mampu mendidik santri akan keberagaman bangsanya dan tumbuhlah sikap toleran, nasionalisme yang kokoh.

Madrasah diniyyah juga tidak boleh memposisikan sebagai lembaga pendidikan menara gading yang berarti tertutup bagi masyarakat dan jauh dari hiruk-pikuk masyarakat. Madrasah diniyyah harus terbuka lebar dengan tradisi dan budaya masyarakat yang tak menyimpang. Sehingga dengan mudah membangun masyarakatnya lantaran memiliki ikatan sosial yang kuat.

Ini menjadi bukti bahwa pendidikan madrasah diniyyah menciptakan generasi pembelajar sapanjang hayat sebagai buah thuluz zaman, tidak lepas dari akar dan tradisi budaya masyarakat. Konsep ini penting guna memberikan solusi kenkret terhadap persoalan yang menimpa masyarakat, tidak cuma dengan konsep dan teori yang terlalu mengawang-awang.

Madrasah diniyyah dan pendidikan Islam tak boleh ekslusif (tertutup) tetapi harus inklusif (terbuka), karena pada umumnya bahwa sasaran ilmu agama adalah masyarakat. Sifat Eksklusivisme harus dibuang jauh-jauh agar diterima masyarakat. Kiranya ini poin penting agar lembaga pendidikan sebagai pencetak generasi masa depan tidak menjauhkan diri dari akar sosial masyarakat. 


Kalidawir, 28 Januari 2021


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menangkal Digiseksual di Era Modern

  Oleh :  Imam Agus Taufiq  Munculnya Revolusi Industri pada tahun 1784 menuntut manusia untuk menciptakan berbagai hal yang mampu meringankan pekerjaan. Waktu silih berganti, seiring berjalannya jarum jam , revolusi industri terus mengalami perkembangan, bahkan saat ini   sampai pada revolusi industri 4.0. Realita   ini sangat menguntungkan bagi manusia   seiring   perkembangan teknologi yang semakin cepat melesat   membuat segalanya menjadi mudah. Manusia tidak perlu lagi bersusah payah dan dibuat pusing   dalam mengerjakan berbagai hal, karena semua pekerjaan telah diambil alih oleh teknologi. Revolusi Industri 4.0   memberikan banyak terobosan dalam teknologi di antaranya, komputer, gagdet , robot pintar, robotika, kecerdasan buatan atau AI ( Arificial Intelligence ), internet, kendaraan, dan lain sebagainya . Keterlibatan teknologi dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan manusia menjadi ketergantungan, di sisi lain teknologi juga memberikan pengaruh yang   besar dalam kehid

Usaha Berbuat Positif

Oleh: Imam Agus Taufiq Takwa yang biasa terdengar di telinga kita adalah usaha untuk selalu melaksanakan perintah Allah swt dan Rasulullah saw. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat Al Taghabun ayat 12 yang berbunyi: واطيعوا الله واطيعوا الرسول، فإن توليتم فإنما على رسولنا البلاغ المبين. "Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah swt dan Rasulallah, jika engkau berpaling maka sesungguhnya kewajiaban utusan hanya menyampaikan amanat Allah dengan jelas". Ayat tersebut menjelaskan kepada kita untuk selalu taat kepada Allah swt dan Rasulullah. Arti takwa di sini menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dari sabab musabab takwa inilah sumbernya keberuntungan dunia dan akhirat. Pekerjaan taat kepada Allah dan Rasulullah bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun. Apalagi di hari yang banyak kebaikannya yaitu hari Jumat. Harus kita ketahui bahwa Allah swt menjadikan hari Jumat, sebaik-baiknya hari bagi umat Islam. Salah satunya hari yang mulia yang disabdakan

Usaha Membangun Mood Menulis

  Oleh:  Imam Agus Taufiq Mengapa tidak menulis? Mengapa lama tidak menulis? Kiranya dua pertanyaan ini jika diajukan umumnya akan dijawab serupa, belum ada mood menulis. Solusi yang dilakukan adalah bagaimana membangun atau menciptakan mood menulis. Untuk menciptakan hal ini penting untuk menghadirkan atmosfer yang cocok untuk menulis.  Setiap penulis memiliki kebiasaan berbeda saat menulis. Misalnya seorang tokoh pahlawan nasional yang sudah banyak menelurkan banyak karya yaitu Tan Malaka di antaranya yang opus Magnum adalah Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika). Tan Malaka menulis buku-bukunya dengan cara memanfaatkan jembatan keledai untuk mengingat apa yang kemudian ditulis.  Ketika masa kolonialisme Belanda, Tan Malaka menjadi pelarian bukan hanya pemerintah kolonial Belanda, namun juga pemerintah kolonial Inggris yang menguasai Malaya dan Singapura serta pemerintah Amerika Serikat yang menguasai Filipina. Dalam posisi dikejar-kejar inteljen pemerintahan kolonial tersebu