Imam Agus Taufiq
Semenjak Corona melanda negeri, mau tak mau sebagai orang tua kebagian ikut andil menemani buah hati dalam proses belajar during dari rumah. Anjuran belajar dari rumah tak lain adalah menjalankan aturan pemerintah mulai tanggal 16 Maret 2020. Dan hampir satu tahun belajar during dirasakan buah hati akibat virus Corona melanda negeri ini.
Pembelajaran during yang dianjurkan pemerintah sampai saat ini adalah untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, tentunya mencegah lebih baik dari pada mengobati. Pembelajaran during rupanya harus membuat adaptasi orang tua untuk menemani pembelajaran yang sudah berjalan selama ini.
Hiruk-pikuk pembelajaran during yang menimbulkan pro-kontra, nampaknya harus terus berjalan demi mencapai target yang diinginkan walaupun tingkat keberhasilannya tak maksimal seratus persen dibanding pembelajaran luring (tatap muka). Selain itu orang tua harus berkorban demi anaknya untuk merogoh gocek banyak guna mendapatkan paketan data internet sebelum ada bantuan dari pemerintah, dan rela untuk mengatur pekerjaan demi suksesnya pembelajaran during buah hatinya.
Tentunya, dengan sistem pembelajaran during yang dianjurkan pemerintah saat ini ada suatu pengalaman dalam menemani sang buah hati belajar setiap hari. Kiranya banyak pengalaman yang dirasakan orang tua dalam mendampingi sang buah hati, tetapi dari banyak pengalaman itu saya rasa ada pengalaman yang bernilai lebih dari pada pengalaman lainnya.
Akibat Pandemi Covid-19 yang melanda negeri bahkan mengguncangkan penjuru dunia ini, sehingga menuntut pembelajaran during dari rumah masing-masing. Hal ini, mengingatkan saya pada kejadian tujuh tahun silam. Tepatnya pada tahun 2013, saya menjadi guru honorer di salah satu sekolah dasar Islam Daarussalam di kelurahan Kepatihan kecamatan Tulungagung. Setiap hari berangkat dari Kalidawir memakan waktu kurang lebih empat puluh lima menit. Berangkat dari rumah mulai pukul enam pagi dan sampai sekolahan pada pukul enam empat puluh lima menit. Belum lagi ada jadwal piket pagi, maka berangkat ke sekolahan harus lebih awal guna menyambut kedatangan siswa-siswi di depan pintu gerbang sembari menunggu ucapan salam dari siswa-siswi dan berjabat tangan.
Siswa yang sudah datang langsung masuk ke kelas meletakkan tas dan bagi yang batal, disuruh ambil air wudlu menuju halaman sekolah yang sudah ditata rapi karpetnya untuk persiapan sholat Dhuha sambil mendengarkan lantunan mp3 juz amma. Ketika bel sudah berbunyi pertanda masuk diawali dengan pelaksanaan sholat Dhuha berjamaah empat rakaat diakhiri doa bersama dan asmaul husna setelah itu masuk ke kelas masing-masing untuk kegiatan belajar mengajar.
Dari kisah perjalanan menjadi guru honorer dan rutinitas pagi hari disekolahan dulu nampaknya dikesempatan Pandemi Covid-19 dan pembelajaran during ini, saya mencoba membuka kembali memori saya yang lama terpendam. Saya manfaatkan moment ini untuk merefresh buah hati dengan interaksi erat. Sambil menunggu tugas dari ibu guru lewat WA group, saya berusaha untuk melatih buah hati jamaah bersama melaksanakan sholat Dhuha empat rakaat diakhiri doa dan asmaul husna. Setelah itu olahraga di halaman rumah dan berjemur secukupnya.
Dilanjutkan sarapan pagi bersama sambil canda tawa. Tak terasa jarum jam menunjukkan pukul delapan pagi, tugas dari ibu guru datang menghampiri masuk WA group. Sang buah hati langsung mengambil buku sesuai jadwal pelajaran setiap hari. Sebelum mengerjakan tugas biasanya pembiasaan doa mulai belajar, dianjutkan materi pelajaran tugas pertama, kedua, dan ketiga sesuai petunjuk dari ibu guru.
Dari tugas ibu guru yang diberikan lewat WA group seolah-olah orang tua menggantikan peran guru dalam mengontrol, melaksanakan, dan mengevaluasi serta memotivasi buah hati agar tugas yang diberikan guru dapat dikerjakan tuntas sesuai arahannya. Dan juga bisa melihat langsung perkembangan kognitif, afektif, psiko motorik. Dirasa tugas selasai akhirnya tugas dikirim lewat WA group baik yang berupa foto dan video.
Menemani belajar during setiap hari mengingatkan saya ketika menjadi guru honorer dengan gaji yang serba pas-pasan. Tetapi dengan gaji serba pas-pasan, seorang guru dituntut harus mempunyai empat kompetensi yang kemudian harus diwujudkan dalam slogan "Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani". Jangan sampai seorang guru ibarat kencing berdiri dan murid kencing sambil berlari.
Ternyata menjadi guru itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Seorang guru tak cukup transfer of knowlegde (transfer pengetahuan) tetapi juga harus bisa transfer of value (transfer nilai). Sekarang baru tahu rasanya bagaimana mendampingi buah hati dalam pembelajaran during. Ternyata serasa permen nano-nano asam manis pedas rasanya. Acap kali orang tua menyalahkan guru,tibalah saatnya sekarang merasakannya sendiri akibat Pandemi Covid-19 ini. Tetapi bagi saya sebagai orang tua pendamping buah hati, nampaknya Pandemi ini memberikan pengalaman tersendiri dan barokahi.
Saya merasakan ada pengalaman dan interaksi yang dekat dengan buah hati dalam menemani pembelajaran during setiap hari. Pertama, dengan adanya pembelajaran during dari rumah bisa merefresh kembali dan melatih untuk pembiasaan ubudiyah di pagi hari dengan sholat Dhuha berjamaah, melafalkan asmaul husna. Kedua, sebagai orang tua harus banyak belajar dan up grade pengetahuan sesuai kebutuhan dan kondisi zaman untuk bisa memotivasi sang buah hati, mengetahui perkembangan psikologi anak, sehingga sedikit banyak paham minat bakat sang buah hati.
Alhasil, dengan segala curahan usaha yang ditanamkan sejak dini sebagai orang tua hanya berdoa semoga apa yang dicita-citakan sang buah hati dapat terwujud dan tetap menjadi pribadi sholihah berbakti pada orang tua, agama, nusa bangsa, negara kesatuan repubik Indonesia yang religius nasionalis. Dan semoga badai prahara Pandemi Covid-19 yang melanda negeri segera berlalu dan pergi dari bumi pertiwi sehingga buah hati bisa belajar dibangku sekolah di pagi hari tanpa Pandemi. Aamiin...
Kalidawir, 30 Januari 2021.
Komentar
Posting Komentar