Imam Agus Taufiq
Tak sengaja akibat sulit memejamkan mata di siang hari, akhirnya saya putuskan menuju rak lemari. Ketika mataku mengarah ditumpukan buku, seraya teringat dalam pikiran bahwa saya pernah mempunyai buku filsafat intelijen karya A.M. Hendropriyono. Seketika itu pula saya mencari buku itu sambil melotot dari barisan kanan menuju ke kiri, akhirnya sekitar 15 menit buku yang saya cari ketemu.
Filsafat intelijen bukan merupakan proyek Skolastik, tapi hasil kontemplasi untuk menemukan bagaimana tindakan yang cepat, tanggap, dan tepat. Tak lain itu semua merupakan hakikat semua disiplin ilmu, sehingga mampu menciptakan kerangka paradigmatik mengokohkan intelijen sebagai bagian terpisahkan dari ilmu pengetahuan.
Konsekuensi dari refleksi tersebut, intelijen harus menyusun taktik dalam berbagai tatarannya, supaya penerapannya sesuai dengan realitas politik global yang saat ini tengah dan akan terus berubah sesuai kondisi zaman. Kiranya perubahan mengarah ke pengertian bahwa negara bukan hanya teoriti fisik semata, melainkan juga teritori nonfisik.
Seiring dengan itu, ancaman terhadap negara juga berbentuk nonfisik berupa pemaksaan kultural. Sehingga bangsa kita akan tidak berdaulat terhadap kebudayaan Indonesia sendiri. Nampaknya, di era globalisasi yang serba terbuka dan serba bebas perlunya langkah-langkah keamanan dengan keterbukaan dan kebebasan yang tak dipertengkarkan.
Keamanan manusia mengandung arti bahwa perlindungan terhadap keterbukaan dan kebebasan warga negara, sehingga manusia dapat menikmati hak dasarnya yang tetap dalam dalam balutan norma dan etika bernegara. Hak-hak dasar bagi setiap warga negara adalah kebebasan dari rasa takut atau freedom of fear. Kedua adalah kebebasan dalam memilih agama, kebebasan berserikat, kebebasan dalam menyatakan kehendak atau menentukan nasibnya sendiri (self determination). Kebebasan ketiga seperti apa yang ditambahkan oleh bapak bangsa Indonesia (Bung Karno) adalah kebebasan merdeka (freedom to be free).
Biar pun punya tiga kebebasan, tentu tetap harus tahu dan tak boleh melanggar hak-hak orang lain atau bertindak seenaknya sendiri. Sehingga mempertahankan keamanan atas dasar hak-hak dasar itu, kita harus berperang menghadapi ancaman bentuk baru yaitu perang masa kini berbentuk asimetrik.
Kebermanfaatan intelijen harus selalu diukur berdasarkan kecepatan dan ketepatannya dalam memprediksi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan terhadap negara-bamgsa Indonesia sekarang dan masa depan. Oleh karena itu, intelijen merupakan dimensi personal dan sosial yang selama ini kerap kali terabaikan dalam kebenaran ilmiah.
Maka filsafat intelijen negara punya maksud memberikan koridor ontologis, epistemologis, dan aksiologis bagi intelijen negara RI di tengah kebingungan bangsa menghadapi perkembangan keadaan yang serba dilematis. Selain itu, filsafat intelijen negara mengandung nilai dasar bagi kontra intelijen untuk menghindarkan dirinya secara permanen dari serangan intelijen musuh dan praktek intelijen liar dari pihak sendiri. Praktek intelijen liar dari pihak sendiri merupakan predator bagi eksistensi intelijen negara RI yang bersendikan Pancasila.
Kalidawir, 13 Februari 2022.
Komentar
Posting Komentar