Langsung ke konten utama

Kontruksi Nasionalisme Kiai Moderat

 Imam Agus Taufiq 



Hari ini Kamis 17 Februari 2022 sekitar pukul 14.00 WIB saya memacu sepeda motor dari desa Plosokandang Kedungwaru  menuju desa Joho Kalidawir. Setiba di desa Sambidoplang di tengah-tengah perjalanan tibalah hujan, akhirnya saya putuskan untuk menepi dan menyalakan lampu sine kiri berhenti di barat masjid H. Taslim desa Sambidoplang. Saya matikan motor dan seraya saya buka jok motor untuk mengambil jas hujan. 

Tak lama kemudian, saya pakai jas hujan dan saya pacu sepeda motor untuk melanjutkan perjalanan menuju rumah. Ketika perjalanan sepanjang jalan desa Tunggangri  sampai Joho hujan turun sangat deras, dan alhamdulillah walau-pun hujan deras akhirnya selamat sampai tujuan.

Sesampai di rumah, maksud hati ingin istirahat merebahkan anggota badan ternyata tak bisa memejamkan mata. Akhirnya saya menuju dapur untuk menyalakan kompor untuk membuat secangkir kopi sambil leyeh-leyeh mencari inspirasi di sore hari di suasana hujan yang tak kunjung pergi. 

Air pun mendidih, langsung saya tuangkan ke  cangkir yang sudah ada adonan kopi dan gula. Seraya saya matikan kompor dan saya bawa secangkir kopi menuju ruang tamu. Ketika menyeduh kopi, terbesit dalam benak pikiran kata "Nasionalisme" dan mata saya langsung menuju tumpukan buku. Saya langsung menuju tumpukan buku dan saya ambil sebuah buku yang berjudul "Nasionalisme Kiai Kontruksi Sosial Berbasis Agama". 

Buku itu  karya seorang asli kelahiran Tulungagung tepatnya desa Ketanon kecamatan Kedungwaru yang bernama Ali Maschan Moesa. Ia adalah aktifis yang melalang buana di Surabaya. Kebetulan dia adalah dosen UIN Sunan Ampel Surabaya dan masih saudara dengan Ali Maskur Moesa pengurus ISNU pusat dan penasihat BLU UIN SATU 

Sambil menyruput kopi,  saya perlahan membuka buku ketepatan halaman 286 membicarakan nasionalisme kiai moderat hasil penelitian disertasi pak Ali Maschan ketika menempuh S3 di UNAIR Surabaya kosentrasi ilmu sosial. Dalam hasil penelitiannya, pak Maschan merumuskan bahwa kontruksi kiai moderat dapat dirumuskan indikator sebagai berikut.

Pertama, relasi antara agama dan negara bersifat simbiotik. Yaitu relasi yang bersifat timbal balik dan saling membutuhkan. Agama membutuhkan negara karena dengan negara, agama akan berkembang secara lebih baik. Sebaliknya, negara memerlukan agama sebab dengan agama maka negara akan berkembang dalam bimbingan etika dan moral-spiritual agama sebagaimana pandangan al-Ghazali dan al-Mawardi.

Kedua, Islam diturunkan di Makkah yang berbudaya arab, sehingga Islam juga bernuansa arab dan teks Islam juga sangat dipengaruhi oleh budaya lokal arab. Oleh karena itu, di tempat lain juga bisa berakulturasi dengan tradisi dan budaya lokal, selama bukan konteks akidah. Sebagai agama yang paripurna, ajaran Islam masih universal, masih global sehingga butuh tafsir lokal atas persoalan keumatan setempat.

Ketiga, Islam kontekstual mengidentifikasiakn  Islam yang bersifat subtantif di mana isi lebih penting dari pada wadahnya. Dalam pratek kenegaraan selama nilai Islam sudah menjadi landasan moralitas di dalam penyelenggaraan negara maka hal itu sudah dianggap sah. Dengan demikian, kelompok kiai moderat ini merespons ide religius state, bukannya theokratic state, serta menolak konsep Pan-Islamisme karena hal itu merupakan sesuatu yang pernah ada di dunia Islam.

Keempat, bagi kiai moderat, konsep negara bangsa merupakan pilihan yang tepat pada masa sekarang. Konsep kebangsaan seperti ini merupakan fakta objektif yang tidak terbantahkan, baik umat Islam Indonesia maupun negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. 

Kelima, sistem politik yang dikehendaki oleh mereka adalah demikrasi pluralis yang batas maksimalnya bahwa kekuasaan politik berada di tangan orang-orang muslim, dan minimalnya adalah terjaminya kebebasan bagi umat Islam dalam menjalankan ajaran agamanya. Keenam, syariat Islam harus diterapkan dalam kehidupan masyarakat, dan tidak harus dijadikan sebagai hukum negara secara formal yang berimplikasi pada Islamisasi negara. 

Dari indikator diatas, maka dapat dikemukakan sebuah proposisi bahwa Nasionalisme dalam kontruksi kiai bercorak moderat terjadi jika latar belakang pendidikannya adalah pesantren-pesantren yang mengedepankan tradisi NU, pandangan Islam substansial, bercorak pemikiran lokal, dan kuatnya gagasan tentang kontekstualisasi Islam di masyarakat. Wallahu 'alamu.


Tulungagung, 17 Februari 2022. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menangkal Digiseksual di Era Modern

  Oleh :  Imam Agus Taufiq  Munculnya Revolusi Industri pada tahun 1784 menuntut manusia untuk menciptakan berbagai hal yang mampu meringankan pekerjaan. Waktu silih berganti, seiring berjalannya jarum jam , revolusi industri terus mengalami perkembangan, bahkan saat ini   sampai pada revolusi industri 4.0. Realita   ini sangat menguntungkan bagi manusia   seiring   perkembangan teknologi yang semakin cepat melesat   membuat segalanya menjadi mudah. Manusia tidak perlu lagi bersusah payah dan dibuat pusing   dalam mengerjakan berbagai hal, karena semua pekerjaan telah diambil alih oleh teknologi. Revolusi Industri 4.0   memberikan banyak terobosan dalam teknologi di antaranya, komputer, gagdet , robot pintar, robotika, kecerdasan buatan atau AI ( Arificial Intelligence ), internet, kendaraan, dan lain sebagainya . Keterlibatan teknologi dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan manusia menjadi ketergantungan, di sisi lain teknologi juga memberikan pengaruh yang   besar dalam kehid

Usaha Berbuat Positif

Oleh: Imam Agus Taufiq Takwa yang biasa terdengar di telinga kita adalah usaha untuk selalu melaksanakan perintah Allah swt dan Rasulullah saw. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat Al Taghabun ayat 12 yang berbunyi: واطيعوا الله واطيعوا الرسول، فإن توليتم فإنما على رسولنا البلاغ المبين. "Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah swt dan Rasulallah, jika engkau berpaling maka sesungguhnya kewajiaban utusan hanya menyampaikan amanat Allah dengan jelas". Ayat tersebut menjelaskan kepada kita untuk selalu taat kepada Allah swt dan Rasulullah. Arti takwa di sini menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dari sabab musabab takwa inilah sumbernya keberuntungan dunia dan akhirat. Pekerjaan taat kepada Allah dan Rasulullah bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun. Apalagi di hari yang banyak kebaikannya yaitu hari Jumat. Harus kita ketahui bahwa Allah swt menjadikan hari Jumat, sebaik-baiknya hari bagi umat Islam. Salah satunya hari yang mulia yang disabdakan

Usaha Membangun Mood Menulis

  Oleh:  Imam Agus Taufiq Mengapa tidak menulis? Mengapa lama tidak menulis? Kiranya dua pertanyaan ini jika diajukan umumnya akan dijawab serupa, belum ada mood menulis. Solusi yang dilakukan adalah bagaimana membangun atau menciptakan mood menulis. Untuk menciptakan hal ini penting untuk menghadirkan atmosfer yang cocok untuk menulis.  Setiap penulis memiliki kebiasaan berbeda saat menulis. Misalnya seorang tokoh pahlawan nasional yang sudah banyak menelurkan banyak karya yaitu Tan Malaka di antaranya yang opus Magnum adalah Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika). Tan Malaka menulis buku-bukunya dengan cara memanfaatkan jembatan keledai untuk mengingat apa yang kemudian ditulis.  Ketika masa kolonialisme Belanda, Tan Malaka menjadi pelarian bukan hanya pemerintah kolonial Belanda, namun juga pemerintah kolonial Inggris yang menguasai Malaya dan Singapura serta pemerintah Amerika Serikat yang menguasai Filipina. Dalam posisi dikejar-kejar inteljen pemerintahan kolonial tersebu